Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

'Onbeschop', Foto Presiden Diinjak!


DI coffee shop sebuah hotel Jakarta, seorang bule memakai t-shirt bersulam kincir angin di dada kiri menonton televisi yang menghadap ke arahnya.

"Onbeschop!" entaknya melihat tayangan berita, lalu beranjak dengan wajah tak nyaman!

"Kenapa si bule ngacir sewot seperti disengat lebah?" tukas Umar. "Apa arti ucapannya tadi?"

"Entah!" jawab Amir. "Tapi lihat berita di televisi, ternyata si bule gerah melihat tayangan foto presiden dan wakil presiden--pasangan SBY-Boediono--diinjak-injak demonstran!"

"Apa ruginya dia, harus sewot?" timpal Umar. "Kita saja yang empunya itu presiden tak begitu!"



"Tunggu dulu!" entak Amir. "Kita yang setiap hari melahap berita seperti itu jadi imun, tidak merasa aneh! Logika kita sudah kebas, mati rasa! Beda dengan si bule yang pertama melihat foto kepala negara diinjak-injak, sukar diterima logikanya!"

"Dia sewot mungkin karena kecewa pada dirinya, salah memilih negeri tujuan wisata!" timpal Umar. "Semula dia pilih Indonesia karena promosi tradisi peradabannya adiluhung--par excellences! Sampai di sini ia menemukan sebaliknya, peradaban yang amat rendah, demokrasi tanpa etika! Bagi bule yang lebih dulu mengenal demokrasi, terjebak situasi seburuk itu serasa kecemplung sumur!"

"Maka itu, kita yang harus introspeksi total!" tegas Amir. "Kalau warga asing saja tak nyaman melihat foto kepala negara dari negeri yang dia kunjungi diinjak-injak, masak kita warga negaranya sendiri terlalu bebal untuk bisa menyadari hal itu sebagai perbuatan amat buruk, berdemokrasi tanpa etika! Belum lagi jika mengingat dwitunggal pemimpin bangsa itu merupakan lambang negara!"

"Selain itu, saudara-saudara sebangsa kita, terutama demonstran, juga perlu diingatkan untuk menjunjung asas praduga tak bersalah!" timpal Umar. "Untuk itu, spanduk, poster, foto, dan happening art dalam demo harus dijaga proporsinya pada sifat karikatural, bukan vonis, apalagi mengeksekusi! Jika dalam perjuangan kita tidak menghormati prinsip-prinsip hukum yang mendasar, apalagi dengan sengaja melanggarnya, usaha menciptakan masa depan bangsa lebih baik akan sia-sia, sebab pada saat yang sama kita rusak sendiri dasarnya secara lebih buruk lagi!"

"Namun demikian, kalangan penguasa juga perlu diingatkan, demokrasi itu proses interaksi!" tegas Amir. "Artinya, jika demo dengan cara-cara elegan saja sudah mendapat respons memadai, sebatas cara-cara itu pula demokrasi berjalan efektif! Tapi jika pihak penguasa mati rasa, peningkatan tahap demi tahap intonasi pendemo tak dapat respons, interaksi selalu gagal, tak terelakkan prosesnya berlanjut hingga ke tingkat yang tak bisa ditoleransi--seperti juga demokrasi formal yang tak beretika! Tapi tampak, semua itu produk sekaligus bukti kegagalan interaksi penguasa dalam komunikasi politik berdemokrasi!" n

0 komentar: