"APA mungkin mencetak mayoritas anggota DPR jadi yes men, seperti era Orde Baru?" tanya Umar.
"Ada kesan, itu yang dengan usaha keras akan dibuktikan dalam sidang paripurna DPR awal Maret!" jawab Amir. "Jika itu bisa terwujud, layak dicatat dengan tinta emas sukses gemilang usaha reorientasi ke sistem politik Orde Baru! Sekaligus berarti, kembalinya legislatif sebagai cabang atau subordinat dari kekuasaan eksekutif! Dalam versi Orde Baru, posisi itu yang paling benar bagi DPR dalam sistem presidensial!"
"Pertanyaannya, apakah itu mungkin?" sela Umar.
"Sesuatu yang diusahakan sungguh-sungguh, tentu punya kemungkinan!" tegas Amir.
"Apalagi secara matematis, sejak jauh hari telah diwujudkan koalisi mayoritas mutlak di DPR! Jadi, sesuai prinsip berkoalisi, jika itu yang diinginkan koalisi, seharusnya terwujud!"
"Kalau hal yang matematis dan prinsip itu tak bisa diwujudkan, masalahnya apa?" tanya Umar.
"Masalah utamanya soal mode! Anggota DPR yes men itu kuno, out of date!" tegas Amir. "Banyak anggota DPR yang malu menyandang sebutan itu, apalagi jadi stigma di jidatnya! Kesan itu mencolok di forum Pansus Skandal Bank Century, di mana meski partainya masuk koalisi untuk seia-sekata dan satu front perjuangan, banyak anggota DPR yang tak mengekspresikan kewajiban koalisi itu! Bahkan mengambil posisi di front berseberangan!"
"Jadi karena keinginan mencetak mayoritas anggota DPR menjadi yes men itu memutar jarum sejarah ke belakang, menarik mundur waktu, kembali ke zaman yang ingin dilupakan?" tukas Umar. "Tapi itu karena ditampilkan di layar televisi dengan gaya orang per orang! Kalau di paripurna yang lebih menonjol ombyokan--fraksi--serta kuatnya kontrol partai pada fraksi, dalam prakteknya tak menonjol lagi gaya perorangan di televisi, kemungkinannya kan bisa berbeda!"
"Apalagi kalau voting tertutup, tak ketahuan siapa memilih apa, profil yes men tak lagi mencolok di jidat perorangan!" tegas Amir. "Peluang mencetak yes men itu terbuka lebih lebar!"
"Tapi tak semua anggota DPR secara sembunyi-sembunyi di balik voting tertutup itu mau menjadi yes men!" timpal Umar. "Mungkin karena merasa masih punya nurani, atau terikat komitmennya pada amanat rakyat yang tak pantas dikhianati!"
"Sebaliknya, dengan voting tertutup juga orang lebih mudah menjaga idealismenya untuk tidak jadi yes men, karena tak bisa dibuktikan dan tak elok ditebak-tebak apa sebenarnya pilihan yang ia berikan saat voting!" tegas Amir. "Jadi, meski fraksi atau partainya telah terikat koalisi, jika dilakukan voting tertutup jumlah hasil dukungan pada koalisi bisa meleset dari hitungan matematis total jumlah anggota koalisi!"
"Jadi, sejauh mana sukses mencetak anggota DPR jadi yes men tergantung voting skandal Century!" tukas Umar. "Kita doakan, semoga sukses!" ***
Kata Kunci
Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani
Sabtu, 27 Februari 2010
Mencetak Anggota DPR Jadi 'Yes-Men'!
Langganan:
Posting Komentar
0 komentar:
Posting Komentar