BERDASAR yurisprudensi Mahkamah Agung (MA) yang ada di website MA, Jumat (12/8/2016), guru tidak bisa dipidana saat menjalankan profesinya dan melakukan tindakan pendisiplinan terhadap siswa.
Yurisprudensi itu putusan MA saat mengadili guru dari Majalengka, Jawa Barat, Aop Saopudin. Aop mendisiplinkan empat siswanya yang berambut gondrong dengan mencukur rambutnya pada Maret 2012. Salah seorang siswa tidak terima dan melabrak Aob dengan memukulnya. Aop juga dicukur balik. (www.sinarberita.com)
Meski didemo guru, polisi dan jaksa tetap melimpahkan kasus Aop ke pengadilan, dengan pasal berlapis: 1. Pasal 77 huruf a UU Perlindungan Anak tentang Perbuatan Diskriminasi terhadap Anak. Pasal itu berbunyi, "Setiap orang yang dengan sengaja melakukan tindakan diskriminasi terhadap anak yang mengakibatkan anak mengalami kerugian, baik materiel maupun moril sehingga menghambat fungsi sosialnya, dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau denda paling banyak Rp100 juta.
2. Pasal 80 Ayat (1) UU Perlindungan Anak.
3. Pasal 335 Ayat (1) KUHP tentang Perbuatan Tidak Menyenangkan.
Atas dakwaan itu, Aop dikenakan pasal percobaan oleh PN Majalengka dan Pengadilan Tinggi (PT) Bandung. Tapi oleh MA, hukuman itu dianulir dan menjatuhkan vonis bebas murni ke Aop. Putusan yang dibuat 6 Mei 2014 itu diadili oleh Ketua Majelis Hakim Salman Luthan dengan anggota Syarifuddin dan Margono.
Ketiganya membebaskan Aop karena sebagai guru Aop mempunyai tugas mendisiplinkan siswa yang rambutnya sudah panjang/gondrong untuk menertibkan para siswa. Pertimbangannya, apa yang dilakukan terdakwa sudah menjadi tugasnya dan bukan merupakan suatu tindak pidana dan terdakwa tidak dapat dijatuhi pidana atas perbuatan/tindakannya tersebut karena bertujuan mendidik agar menjadi murid yang baik dan berdisiplin.
Perlindungan terhadap profesi guru diatur dalam PP No. 74 Tahun 2008. Dalam mendidik, mengajar, membimbing, hingga mengevaluasi siswa, guru diberi kebebasan akademik untuk melakukan metode-metode yang ada.
"Guru memiliki kebebasan memberikan sanksi kepada peserta didiknya yang melanggar norma agama, norma kesusilaan, norma kesopanan, peraturan tertulis maupun tidak tertulis yang ditetapkan guru, peraturan tingkat satuan pendidikan, dan peraturan perundang-undangan dalam proses pembelajaran yang berada di bawah kewenangannya," bunyi Pasal 39 Ayat (1) PP itu. Jadi jelas, dalam menjalankan tugasnya, guru tak bisa dipidana. ***
Meski didemo guru, polisi dan jaksa tetap melimpahkan kasus Aop ke pengadilan, dengan pasal berlapis: 1. Pasal 77 huruf a UU Perlindungan Anak tentang Perbuatan Diskriminasi terhadap Anak. Pasal itu berbunyi, "Setiap orang yang dengan sengaja melakukan tindakan diskriminasi terhadap anak yang mengakibatkan anak mengalami kerugian, baik materiel maupun moril sehingga menghambat fungsi sosialnya, dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau denda paling banyak Rp100 juta.
2. Pasal 80 Ayat (1) UU Perlindungan Anak.
3. Pasal 335 Ayat (1) KUHP tentang Perbuatan Tidak Menyenangkan.
Atas dakwaan itu, Aop dikenakan pasal percobaan oleh PN Majalengka dan Pengadilan Tinggi (PT) Bandung. Tapi oleh MA, hukuman itu dianulir dan menjatuhkan vonis bebas murni ke Aop. Putusan yang dibuat 6 Mei 2014 itu diadili oleh Ketua Majelis Hakim Salman Luthan dengan anggota Syarifuddin dan Margono.
Ketiganya membebaskan Aop karena sebagai guru Aop mempunyai tugas mendisiplinkan siswa yang rambutnya sudah panjang/gondrong untuk menertibkan para siswa. Pertimbangannya, apa yang dilakukan terdakwa sudah menjadi tugasnya dan bukan merupakan suatu tindak pidana dan terdakwa tidak dapat dijatuhi pidana atas perbuatan/tindakannya tersebut karena bertujuan mendidik agar menjadi murid yang baik dan berdisiplin.
Perlindungan terhadap profesi guru diatur dalam PP No. 74 Tahun 2008. Dalam mendidik, mengajar, membimbing, hingga mengevaluasi siswa, guru diberi kebebasan akademik untuk melakukan metode-metode yang ada.
"Guru memiliki kebebasan memberikan sanksi kepada peserta didiknya yang melanggar norma agama, norma kesusilaan, norma kesopanan, peraturan tertulis maupun tidak tertulis yang ditetapkan guru, peraturan tingkat satuan pendidikan, dan peraturan perundang-undangan dalam proses pembelajaran yang berada di bawah kewenangannya," bunyi Pasal 39 Ayat (1) PP itu. Jadi jelas, dalam menjalankan tugasnya, guru tak bisa dipidana. ***
0 komentar:
Posting Komentar