KALAU dari lulusan SMK di Indonesia hanya 1 juta yang diterima kerja, sedangkan 5 juta lainnya menganggur, seperti diungkap pengamat pendidikan Doni Koesoema (Lampung Post, 2/1/2017), selain faktor kualitas guru SMK, juga masalah perubahan dunia kerja menjadi salah satu penyebab signifikan.
Bahkan di bidang penerbitan pers perubahan itu sangat terasa. Satu departemen pracetak yang dulunya diisi tenaga-tenaga kreatif dari sekolah grafika dan seni rupa, terbabat habis tenaga kerjanya bahkan departemennya dihapus dari perusahaan. Itu terjadi akibat modernisasi peralatan kerja yang disingkat dalam satu kata “otomatisasi”.
Dalam proses revolusi teknologi yang mempersingkat proses produksi di segala bidang, SMK yang memproduksi tenaga teknis setingkat operator memang bisa kalah bersaing dengan efisiensi proses produksi dan pelayanan, yang memangkas banyak bagian kerja teknis.
Lebih lagi ke depan, seiring hadirnya kecerdasan artifisial, robotik, teknologi nano, dan kemajuan sosial ekonomi lainnya, kehilangan lapangan kerja teknis tergerus efisiensi itu bahkan bisa lebih luas. Sebelum 2020 saja, menurut Studi The World Economic Forum (Tempo.co, 3/1/2017) sudah ada 5 juta lapangan kerja yang hilang.
Namun, kemajuan teknologi tidaklah semata buruk. Sisi baiknya, juga menghadirkan lapangan kerja baru terkait dengan kemajuan teknologi itu sendiri. Namun, lapangan kerja baru ini berhubungan dengan teknologi mutakhir terkait komputer, matematika, arsitektur, dan permesinan dengan sumber daya baru. Artinya, agar tidak makin terlalu jauh ketinggalan dari realitas zamannya, SMK dituntut untuk berorientasi ke sana: perubahan dunia kerja!
Tentunya SMK tidak sendiri dalam usahanya menjawab tantangan zaman itu. Pemerintah yang berkewajiban menyiapkan lapangan kerja bagi seluruh warga negaranya, serta perusahaan yang butuh tenaga kerja sesuai dengan kemajuan teknologi miliknya, semestinya mendampingi SMK mengantisipasinya.
Dengan jumlah sampai 5 juta lulusan SMK menganggur, padahal angkatan kerja baru setiap tahun sekitar 3 juta, mencerminkan pemerintah selama ini kurang memperhatikan standar lulusan SMK dibanding perubahan dunia kerja dengan kemajuan teknologinya.
Ke depan, selain peningkatan kualitas guru dan program pengajaran di SMK, pemerintah harus mengantisipasi ledakan pengangguran akibat kemajuan teknologi yang tidak terikuti pekerja domestik, sedangkan lapangan kerja yang butuh sedikit melek teknologi dikuasai ekspatriat dari Tiongkok. ***
Dalam proses revolusi teknologi yang mempersingkat proses produksi di segala bidang, SMK yang memproduksi tenaga teknis setingkat operator memang bisa kalah bersaing dengan efisiensi proses produksi dan pelayanan, yang memangkas banyak bagian kerja teknis.
Lebih lagi ke depan, seiring hadirnya kecerdasan artifisial, robotik, teknologi nano, dan kemajuan sosial ekonomi lainnya, kehilangan lapangan kerja teknis tergerus efisiensi itu bahkan bisa lebih luas. Sebelum 2020 saja, menurut Studi The World Economic Forum (Tempo.co, 3/1/2017) sudah ada 5 juta lapangan kerja yang hilang.
Namun, kemajuan teknologi tidaklah semata buruk. Sisi baiknya, juga menghadirkan lapangan kerja baru terkait dengan kemajuan teknologi itu sendiri. Namun, lapangan kerja baru ini berhubungan dengan teknologi mutakhir terkait komputer, matematika, arsitektur, dan permesinan dengan sumber daya baru. Artinya, agar tidak makin terlalu jauh ketinggalan dari realitas zamannya, SMK dituntut untuk berorientasi ke sana: perubahan dunia kerja!
Tentunya SMK tidak sendiri dalam usahanya menjawab tantangan zaman itu. Pemerintah yang berkewajiban menyiapkan lapangan kerja bagi seluruh warga negaranya, serta perusahaan yang butuh tenaga kerja sesuai dengan kemajuan teknologi miliknya, semestinya mendampingi SMK mengantisipasinya.
Dengan jumlah sampai 5 juta lulusan SMK menganggur, padahal angkatan kerja baru setiap tahun sekitar 3 juta, mencerminkan pemerintah selama ini kurang memperhatikan standar lulusan SMK dibanding perubahan dunia kerja dengan kemajuan teknologinya.
Ke depan, selain peningkatan kualitas guru dan program pengajaran di SMK, pemerintah harus mengantisipasi ledakan pengangguran akibat kemajuan teknologi yang tidak terikuti pekerja domestik, sedangkan lapangan kerja yang butuh sedikit melek teknologi dikuasai ekspatriat dari Tiongkok. ***
0 komentar:
Posting Komentar