TRUMP mendesak Xi Jinping menemuinya di KTT G20 akhir pekan ini. Ia mengancam kalau Jinping tak menemuinya akan menaikkan tarif barang Jepang ke AS sampai 300 miliar dolar AS. Meski demikian, sampai pekan lalu belum ada konfirmasi resmi dari pihak Tiongkok untuk pertemuan tersebut. Di sisi Trump, ia telah mendapat tekanan dari 600 konglomerat AS untuk menghentikan perang dagang. Tekanan yang disampaikan tertulis itu menyebut, perang dagang dengan Tiongkok merusak ekonomi AS. Tarif 25% impor barang Tiongkok itu, yang membayar pengusaha AS, bukan orang Tiongkok. Eksesnya kenaikan harga barang-barang yang membayar rakyat AS, bukan rakyat Tiongkok. Begitu surat para pengusaha utama negerinya. Di sisi lain, Bank Sentral AS The Fed sudah mengantisipasi untuk menghindari resesi yang mengancam negerinya akibat perang dagang. Untuk langkah itu The Fed memberi isyarat bakal menurunkan suku bunga dari kisaran 2,25%—2,50% sekarang pada Juli ini. Tingkat penurunannya bisa mencapai 50 basis poin. Namun demikian, dengan lincah memainkan politiknya, Trump mengalihkan perhatian dari kegundahan atas perekonomian itu dengan membuat kambing hitam: kurang nyamannya ekonomi AS terakhir ini akibat membanjirnya migran ilegal dari selatan negerinya. Pertama ia ancam Meksiko, kalau tidak menutup perbatasan dan mengawalnya, AS akan kenakan tarif tinggi barang Meksiko ke AS. Meksiko pun mengerahkan 6.000 tentara mengawal perbatasan. Ke dalam negeri sendiri Trump memerintahkan petugas perbatasan untuk melakukan pengumpulan massal terhadap sekitar 2.000 keluarga migran ilegal untuk dideportasi mulai Minggu (23/6/2019). Pengumpulan migran ilegal itu dilakukan dengan serangan fajar di 10 kota utama termasuk Houston, Chicago, New York, dan Miami. Trump sempat menyebut kedatangan para migran ilegal—mayoritas lewat darat dari Guatemala, El Salvador dan Honduras—itu sebagai invasi dan telah menjadikan pertarungan melawan migrasi ilegal sebagai masalah penting dalam pemerintahannya. Trump disebut siap menandatangani kesepakatan dengan Guatemala yang akan menjadi negara ketiga yang aman bagi para migran ilegal yang dipindahkan dari AS. Semua itu alasan di balik desakan Trump ke Xi Jinping dengan ancaman tekanan baru yang lebih berat. Padahal, kesepakatan damai Trump-Jinping di Argentina akhir November 2018, realisasinya gagal. Jadi, rencana pertemuan Trump-Jinping bisa jadi hanya lanjutan ketakpastian akhir perang dagang.
Kata Kunci
Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani
0 komentar:
Posting Komentar