Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

WHO, Kelelahan itu Penyakit Baru!

BADAN Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan fenomena kelelahan bekerja sebagai penyakit internasional baru. Psikolog Herbert Freudenberger mendefinisikan, kondisi kelelahan yang disebabkan terlalu banyak pekerjaan berlebihan disebut burnout. Popularitas penyakit burnout pun meledak. Di Inggris saja, 2018 terdapat 595 ribu orang menderita stres di tempat kerja akibat kelelahan. Ketetapan WHO tentang penyakit internasional baru ini mungkin bisa dijadikan bandingan cara pandang atas tewasnya lebih 500 orang petugas KPPS dalam Pemilu 2019, ketimbang memvonisnya akibat diracun. WHO menggambarkan burnout sebagai sindrom stres kronis akibat pekerjaan. "Banyak tanda dan gejala burnout sangat mirip dengan depresi," kata Siobhan Murray, seorang psikoterapis di Irlandia dan penulis buku tentang kelelahan, The Burnout Solution. (CNN-Indonesia, 14/6/2019) Murray menyarankan untuk mewaspadai perasaan lelah yang tidak akan hilang. Atau tidak punya energi untuk berolahraga atau berjalan-jalan. Segera setelah Anda mulai merasakan hal itu pergi ke dokter. "Depresi dan burnout sangat mirip. Tetapi seperti antusiasme baru-baru ini, burnout sekarang telah menjadi kondisi medis, yang nyatanya masih diklasifikasikan sebagai fenomena pekerjaan," tegas Murray. Penting untuk mendapatkan bantuan dari seorang profesional medis untuk membedakan keduanya. Sebab, meski banyak pilihan perawatan untuk depresi, kelelahan masih harus ditangani dengan melakukan perubahan gaya hidup. Ketika kita terus menerus terpapar stres, kita tak melepaskannya, itu mulai berubah menjadi stres yang kronis. Tanda klasik lain yang makin mendekati burnout adalah sinisme: merasa seperti pekerjaan Anda hanya memiliki sedikit nilai, menghindari komitmen sosial, dan menjadi lebih rentan terhadap kekecewaan. "Seseorang di ambang kejenuhan mungkin akan mulai merasa mati rasa secara emosional atau terasing," kata Jacky Francis Walker, psikoterapis di London, spesialis burnout. (Kompas.com, 14/6/2019) Menurut sebuah studi Gallup pada 2018 terhadap 7.500 pekerja AS, burnout berasal dari perlakuan tidak adil di tempat kerja, beban kerja yang tidak terkendali, dan kurangnya kejelasan apa yang seharusnya melibatkan peran seseorang. Pekerja juga tertekan oleh kurangnya dukungan dari manajer mereka dan tekanan waktu yang tidak masuk akal. Saran; jika merasa hampir bergabung dengan klub burnout, istirahatlah, cari tahu apa yang salah dan biarkan diri bebas. ***

0 komentar: