Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Uji Publik Eksperimen Merdeka Belajar!

Artikel Halaman 12, Lampung Post Jumat 07-05-2021
Uji Publik Eksperimen Merdeka Belajar!
H. Bambang Eka Wijaya

UJI publik terhadap materi Merdeka Balajar yang selama ini mdnjadibretorika politik Kemendikbud dituntut pengamat pendidikan Indra Charismiadji untuk dilakukan proses uji publik agar jelas bagi masyarakat binatang apakah Merdeka Belajar itu.
Desakan Indra itu disampaikan dalam dialog tentang Merdeka Belajar di Metro TV Senin (3/5/2021) yang menghadirkan pihak pemerintah dan DPR di satu pihak, dan pengamat di lain pihak dengan ditengahi Romo Mudji Sutrisno dan Ketua Forum Rektor Arif Satria. Pengamat lain yang dihadirkan adalah Retno Listyarti dari Komisi Perlindungan Anak.
Menurut Indra, hingga hari ini belum jelas bagi masyarakat Merdeka Belajar itu apa, apakah itu merek dagang, apa program, atau apakah itu kebijakan. Jadi harus diuji publik dulu supaya jelas bagi masyarakat untuk menilai relevansinya.
Retno menimpali pentingnya kejelasan apa itu Merdeka Belajar karena anak-anak selama ini dipersekusi setiap mau berpartisipasi dalam pernyataan pendapat. Padahal menurut UU hak anak untuk menyampaikan pendapat itu harus dilindungi oleh negara. Tapi praktiknya, anak-anak diancam DO dan tidak mendapat SKCK saat membutuhkan.
Pentingnya uji publik terhadap materi atau apa pun yang namanya Medeka Belajar itu karena sifatnya yang masih eksperimental, agar anak-anak bangsa terhindar dari hanya dijadikan kelinci percobaan bagi suatu gagasan yang belum teruji efektivitas dan hasilnya.
Uji publik dibutuhkan utamanya untuk menyimak kekurangan yang selalu disajikan Kemendikbud dalam setiap produknya. Contohnya, pada Peta Jalan Pendidikan Nasional 2020-2035 konsepnya kehilangan frasa agama yang sangat penting. Tanpa itu, bangsa ini menjadi atheis.
Lalu dalam PP 57 Tahun 2021, pendidikan Pancasila dan Bahasa Indonesia hilang dari kurikulum.
Kemudian dalam Kamus Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia, nama tokoh-tokoh penting dalam perjuangan kemerdekaan hilang, malah tokoh-tokoh komunis yang perjuangannya jelas bukan untuk NKRI, tapi mengkhianati NKRI, justru diistimewakan. 
Selain itu, untuk sebuah sistem pendidikan nasional secara historis tak bisa lepas dari Pilemik Kebudayaan 1930-an, antara Ki Hadjar Dewantoro dkk yang berakar pada budaya nasional dan Sutan Takdir yang lebih condong ke sistem barat. Jadi tidak pada tempatnya, kalau ada orang yang kebelet tiba-tiba membuat sistem pendidikan eksperimen yang belum ada bukti efektif dan hasilnya dengan menjadikan anak-anak bangsa sebagaj kelinci percobaan. ***






0 komentar: