"SESUAI konteks zaman, menurut Kakek apa yang paling relevan dari Iduladha?" tanya cucu.
"Hikmah Iduladha keteladanan tauhid Nabi Besar Ibrahim!" jawab kakek. "Semua relevan sepanjang zaman! Khusus buat kaum muda masa kini, yang mudah terpengaruh budaya Barat, perlu belajar dari sikap Ibrahim terhadap berhala, bagi kalian tentu berhala-berhala modern!"
"Berhala modern seperti apa?" kejar cucu.
"Orang dekat Ibrahim itu pematung! Patung buatannya disembah warga sebagai tuhan!" jelas kakek. "Ibrahim hancurkan semua patung di pusat penyembahan, disisakan yang paling besar dia kalungi kampak yang dipakainya, agar dikira patung besar itu pembabat patung lainnya!"
"Warga percaya asumsi begitu?" tanya cucu.
"Ternyata tidak!" tegas kakek. "Kata mereka, tak mungkin berhala yang tak bisa
bergerak itu menghancurkan patung-patung lain! Di situlah Ibrahim memasukkan ajaran tentang adanya Tuhan Mahaagung, hingga menyembah patung itu bukan hanya keliru, tapi malah syirik! Pada zaman modern ini, banyak berhala membawa umat hanyut dalam kemungkaran! Salah satu berhala modern itu, gaya hidup!"
"Apa salahnya dengan gaya hidup?" kejar cucu.
"Gaya hidup percaya ramalan-ramalan di media massa, seperti lewat televisi kemudian SMS tanya masa depan dirinya! Atau, ramalan nasib dalam bentuk lain!" jelas kakek.
"Peramalnya sendiri tak tahu apa yang akan terjadi atas dirinya semenit ke depan, bagaimana ia bisa tahu nasib orang yang tak dikenalnya! Hukumnya syirik, percaya atas hal-hal gaib--qada dan kadar--pada selain Allah!"
"Berhala modern lainnya?" kejar cucu.
"Segala bentuk gaya hidup yang bersandar pada riba! Kau cari sendiri, apa saja itu!" tegas kakek. "Dalam ceramahnya pada Forum Takmir Masjid Bandar Lampung baru-baru ini, Eri Sudewo--pendiri Lampung Peduli dan wali amanah Dompet Duafa Jakarta--memberi contoh tentang buruknya riba. Ia kutip sebuah Hadis sahih, sahabat bertanya kepada Rasulullah saw., seburuk apa gambaran riba itu? Jawab Rasulullah, seburuk seorang anak yang berzina dengan ibu kandungnya!"
"Astagfirullah!" cucu tersentak. "Padahal soal riba itu bukan cuma dilakukan warga, negara pun mempertaruhkan nasib pada riba, mengendalikan perekonomian nasional lewat suku bunga Bank Sentral, mencari dana membangun lewat obligasi atau surat utang negara dengan suku bunga, dan sebagainya! Jadi, secara sistemik negara-bangsa ini bernafas dalam riba! Dan itu terjadi dengan utang luar negeri sejak awal Orde Baru!"
"Mungkin itulah jawaban, kenapa negeri kita yang dianugerahi kekayaan alam berlimpah terkesan tidak berkah, kemiskinan dan kesulitan hidup rakyat laten, bencana juga silih berganti!" tukas kakek. "Solusinya, bagaimana bangsa ini bisa lepas dari berhala modern itu, tentu dimulai dari pemimpinnya! Selamat Iduladha!"
Kata Kunci
Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani
Jumat, 27 November 2009
Berhala-Berhala Modern!!
Langganan:
Posting Komentar
0 komentar:
Posting Komentar