Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Dipilih Rakyat, Jadinya Wakil Partai!


"METRO TV (6-11) minta tanggapan mahasiswa Yogyakarta tentang rapat Komisi III DPR dengan Kapolri Kamis malam sampai pukul 03.00!" ujar Umar. "Mahasiswa pertama mengaku aneh, DPR kok cuma memuji-muji polisi! Mahasiswa kedua mengaku kecewa, di tengah ramainya tekanan opini publik terhadap polisi sampai presiden membentuk tim pencari fakta (TPF), DPR kok tak mencerminkan aspirasi rakyat--publik! Kesan itu tak jauh beda dengan kesanku yang awam!"

"Itu cuma berarti cara berpikir dan cita rasa para mahasiswa, kelompok intelektual muda, lebih dekat dengan awam!" sambut Amir. "Kalangan DPR sebaliknya, cenderung jauh dengan pemikiran dan cita rasa intelektual muda dan awam! Karena jauh dari rasa dan karsa kalian yang merasa diri rakyat itulah, kalian dengan mudah menilai DPR tak mencerminkan aspirasi rakyat!"



"Mereka kan wakil rakyat!" entak Umar. "Kalau bukan aspirasi rakyat, lantas mewakili siapa?"

"Aku juga menonton televisi sampai larut!" timpal Amir. "Apa tak kau lihat, setiap minta bicara para anggota DPR itu menyebut dirinya atas nama siapa, juga ketika pimpinan rapat menyilakan?"

"Meminta dan dipersilakan atas nama partai!" jawab Umar. "Tapi mereka di dewan perwakilan rakyat, bukan dewan perwakilan partai!"

"Itu dia! Tapi rapat Komisi III DPR dengan Kapolri malam itu konteksnya amat khusus, ada gelagat untuk mengenyampingkan adanya tekanan opini publik terhadap polisi!" tegas Amir. "Dari pihak polisi dalam menjelaskan penangguhan tahanan Bibit-Chandra menegaskan bukan karena tekanan pihak lain--padahal orang tahu adanya rekomendasi TPF! Demikian pula dari pihak DPR, cenderung kurang respek pada TPF bentukan presiden untuk keluar dari tekanan publik!"

"Kita sebenarnya tetap hormat pada DPR sebagai hasil pilihan rakyat!" timpal Umar.

"Publik itu rakyat, opini publik pendapat rakyat! Idealnya DPR responsif terhadap opini publik, karena itu opini rakyat yang diwakilinya! Tapi tak diabaikan, justru ketika opini publik itu sedang mengarus deras, terutama seusai pemutaran cakram sadapan KPK di Mahkamah Konstitusi--MK! DPR malah melawan arus opini publik sehingga rakyat yang mereka wakili kecewa pada tampilan DPR malam itu! Apalagi DPR sinis pada MK dan TPF bentukan presiden, yang jadi tumpuan rakyat untuk mencapai solusi konflik antarpenegak hukum!"

"Masalahnya sederhana!" tegas Amir. "Malam itu secara fisis anggota DPR berdekatan dengan mitra kerja, Kapolri dan jajarannya! Wajar jika mereka berempati--menempatkan diri dalam situasi mitra kerjanya itu! Cuma, kebetulan sang mitra sedang berlawanan dengan arus opini publik! Tak terelak, penampilan anggota DPR di televisi nasional pun jadi tampak cebleh--serbasalah--di mata publik, rakyat yang diwakilinya! Apalagi secara eksplisit, setiap bicara mereka menyebut diri wakil partai!" ***

0 komentar: