"HUKUM ditegakkan sesuai bunyi pasal undang-undang (UU), tapi rasa keadilan masyarakat pedih tersayat sembilu! Itulah yang terjadi pada kasus Nenek Minah, yang dihukum percobaan satu bulan 15 hari oleh Pengadilan Negeri Purwokerto karena mencuri tiga buah kakao!" ujar Umar.
"Kontroversi hukum dan keadilan itu satu dua hari ini menuju klimaks--uji pemihakan aras kekuasaan negara--lewat kasus cicak lawan buaya, di mana penguasa kukuh untuk menegakkan hukum tapi publik mendesak ditegakkannya keadilan! Apa sesungguhnya biang kerok kontroversi itu?"
"Biang keroknya sepele!" jawab Amir. "Penguasa hukum menafsirkan tegakkan hukum meski langit akan runtuh untuk semboyan ®MDRV¯fiat justitia ruat coelum®MDNM¯, sedang publik atau rakyat menafsirkan tegakkan keadilan meski langit akan runtuh!"
"Berarti krisis hukum di negeri kita terakhir ini mirip krisis bahasa di menara Babilonia sekitar tahun 5.000 SM?" potong Umar.
"Begitulah jauhnya kemunduran bangsa kita!" tegas Amir. "Karena itu, jika pemimpin kita salah dalam memilih keberpihakan, negara ini bukan mustahil bisa mengulang keterpurukan Babilonia! Jadi, belajarlah dari sejarah! Sejarah itu rekaman pengalaman, guru paling bijaksana!"
"Dengan cita-cita kemerdekaan kita mencapai masyarakat adil-makmur dan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, wajarnya pemimpin bangsa
"Hukum yang dimaksud konstitusi adalah dengan projustisia keadilan berdasarkan pada Ketuhanan Yang Maha Esa!" tegas Amir. "Orientasi keadilan dengan demikian hablun minallah, penegakan hukum tak boleh terlepas dari kaitan ilahiah eksistensi manusia, yaitu hati nurani! Hukum yang hanya ditegakkan dengan pasal-pasal UU semata--apalagi UU itu warisan kolonial, tanpa dibubuhi pertimbangan rasa keadilan menurut hati nurani, hasilnya seperti vonis terhadap Nenek Minah, atau kekukuhan penguasa hukum mengesampingkan rasa keadilan masyarakat lewat seruan nurani segenap bangsa dalam kasus cicak lawan buaya!"
"Bagaimana cara mengelaborasi pasal-pasal hukum yang positivistik itu dengan hati nutani yang holistik dalam penerapannya?" kejar Umar.
"Kejujuran pada hati nurani penegak hukum itu sendiri!" tegas Amir. "Ukuran amalan jujur pada nutani itu, sang aparat melakukan setiap langkah sesuai kebenaran fakta, tidak dipengaruhi hal-hal lain termasuk nafsunya, apalagi kepentingan makelar kasus seperti dalam sadapan KPK yang diputar di MA! Ketika penegak hukum ingkar dari nuraninya, produknya bertentangan dengan rasa keadilan masyarakat--yang mengukur itu dengan nurani! Karena sifat nurani itu ilahiah, esa!"
0 komentar:
Posting Komentar