"UN--ujian nasional--akhirnya memojokkan petinggi Departemen Pendidikan Nasional hingga unjuk (kekuasaan me-)ngangkangi putusan kasasi MA yang telah berkekuatan hukum tetap!" ujar Umar. "Sesuai vonis PN yang dikukuhkan MA, memerintahkan pemerintah meningkatkan kualitas guru, kelengkapan sarana dan prasarana, serta akses informasi di sekolah seluruh Indonesia, sebelum mengeluarkan kebijakan pelaksanaan UN. Nyatanya, tanpa memenuhi perintah PN/MA itu, Mendiknas Moh. Nuh menyatakan akan tetap melaksanakan UN 2010 dengan kilah, tak ada perintah eksplisit melarang UN, lagi pula masih ada satu langkah hukum bagi pemerintah, PK!"
"Dalam kasus itu amat memprihatinkan sikap pimpinan lembaga pengelola pendidikan nasional, yang telah menjadi contoh buruk bagi bangsa, terutama anak didik, dalam mengingkari putusan hukum yang telah berkekuatan hukum tetap!" sambut Amir. "Kalau satu generasi yang terlibat UN periode ini (SD, SMP, SMA dan sederajat) meniru sikap membangkang terhadap putusan hukum itu, negeri ini akan segera menjadi lawless country--negeri kacau balau karena tak ada lagi warga yang taat dan percaya pada hukum!"
"Memang, pernyataan berkilah untuk berkelit dari ketentuan hukum itu hanya layak disampaikan oleh pengacara hukum--itu pun sebelum keluar putusan berkekuatan hukum tetap!" tegas Umar. "Sedang tentang PK, awam pun kini sudah paham itu upaya hukum luar biasa jika ada novum baru, pengajuannya tak memengaruhi status kekuatan hukum tetap yang telah diputuskan MA!"
"Kemelut itu sebenarnya berpangkal dari masalah utama yang juga diperintahkan oleh putusan MA kepada pemerintah, yakni melakukan peninjauan kembali sistem pendidikan nasional!" timpal Amir. "Dalam diskursus seputar UN, faktor pendidikan nasional yang one way hanya untuk mengantar anak didik menuju perguruan tinggi, hingga UN pun berstandar tunggal untuk itu, membuat potensi pendidikan yang luasnya tak bertepi malah mengandaskan mayoritas anak didik yang realitasnya tak mampu baik secara sosial-ekonomi maupun kapasitas hasil didiknya dari pilihan jalan hidup yang justru direduksi sistem pendidikan! Korbannya, jutaan anak setiap tahun masuk barisan pengangguran!"
"Sistem multipurpose education memang harus menjadi pilihan bangsa kita, sesuai dengan aneka potensi wilayah dan budaya masyarakat, hingga pendekatan local genius jadi pilihan spesialisasi pengembangan pendidikan!" tegas Umar. "Dan itu berarti, UN yang memonilitis-sentralistikkan sistem untuk semua wilayah dan latar sosial-budaya, bertentangan dengan kodrat realistis negerinya! Tak mudah tentu menjabarkan bhinneka tunggal ika dalam pendidikan! Tapi mengingkarinya, apalagi harus mengangkangi putusan MA, jelas amat tidak bijaksana!"
Kata Kunci
Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani
Sabtu, 28 November 2009
UN, Unjuk 'Ngangkangi' Hukum!
Langganan:
Posting Komentar
0 komentar:
Posting Komentar