Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Ketika Opini Publik Mendobrak!


"PEKAN ini opini publik mendobrak keangkuhan kekuasaan yang mati rasa dari opini publik memuat aspirasi rakyat menuntut keadilan atas kriminalisasi terhadap pimpinan KPK!" ujar Umar. "Keangkuhan yang meremehkan opini publik itu pun jebol! Untuk meredam tekanan opini publik yang membesar pesat dengan efek bola salju itu, Presiden SBY membentuk Tim Pencari Fakta (TPF)--rekomendasi pertamanya cespleng, penahanan dua pimpinan KPK, Bibit-Chandra, ditangguhkan!"

"Dengan pemenuhan tuntutan publik itu, logisnya tekanan opini publik menurun dan reda!" sambut Amir. "Namun, karena berlarut-larut polisi tak kunjung menetapkan Anggodo jadi tersangka--seperti rekomendasi TPF, ditambah Komisi III DPR dalam rapat dengan Kapolri juga tak melantunkan aspirasi rakyat, tekanan publik justru memuncak lebih fantastis! Kalau sebelumnya laju tertinggi dukungan facebookers pada KPK tercapai saat MK memutar sadapan telepon Anggodo dengan 100 akun per menit, saat Susno yang mengidentikkan diri dengan buaya itu melelehkan air mata, laju dukungan facebookers pada KPK mencapai rekor baru, 130 akun per menit--hingga kemarin tembus satu juta pendukung! Bagi facebookers, mungkin, yang meleleh itu air mata buaya!"



"Artinya, tekanan opini publik memuncak justru setelah presiden melangkah cari solusi!" tegas Umar. "Kenapa jadi begitu?"

"Tekanan opini publik itu sejak awal bukan ke arah presiden!" jawab Amir. "Tapi lebih fokus ke polisi dan jaksa, sedang presiden cuma kena imbasnya! Ternyata, polisi dan jaksa bukan mengantisipasi opini publik itu untuk mencari solusi. Sebaliknya, malah melawan arus dengan kampanye pembenaran diri semata! Akibatnya, bukan saja kian lumat tergilas arus opini publik, juga kontraproduktif! Ironisnya, DPR malah ikut kapal bocor itu!"

"Kenapa jadi begitu?" ulang Umar mendesak.

"Karena polisi dan jaksa bersikukuh pada sikap formal legalistik sebagai satu-satunya kebenaran!" tegas Amir. "Celakanya, kepercayaan rakyat yang rendah pada polisi (ketua Komisi III DPR menyebut di titik nadir), kekukuhan sikap itu justru dicurigai untuk menyembunyikan udang di balik batu--penyimpangan proses demi kepentingan terselubung! Kecurigaan itu disulut penetapan tersangka Bibit-Chandra dengan berubah-ubah kasus, sedang Anggodo dengan rekayasa kriminalisasi dan penyuapan yang terang benderang tak dijadikan tersangka! Kecurigaan itu menusuk nurani rakyat dan menyayat rasa keadilan publik, sekaligus menjadi bahan bakar opini publik medobrak keangkuhan kekuasaan polisi dan jaksa!"

"Lantas, apa jalan keluarnya?" tanya Umar.

"Mengobati luka nurani dan rasa keadilan publik!" tegas Amir. "Sikap formal legalistik polisi dan jaksa dibedah, dicari tahu apa yang disembunyikan di baliknya! Itulah yang dilakukan TPF, tunggu saja hasilnya!".

0 komentar: