Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Petani Terjerat Utang Kemitraan!


"TERGIUR iming-iming panen singkong 80--100 ton per hektare, ratusan petani Lampung Timur dan Lampung Selatan malah terjerat utang kemitraan miliaran rupiah, sertifikat tanah atau BPKB yang dijadikan jaminan kredit--untuk olah tanah, bibit, pupuk, dan lain-lain-- ditahan perusahaan inti!" ujar Umar. "Masalah timbul saat panen, produksi cuma 15--20 ton! Lalu, inti juga menolak membeli hasil panen itu, padahal sebelumnya wajib dijual pada inti dengan harga khusus! Akibat dua wanprestasi inti itu, petani pun meninggalkan perusahaan inti tersebut pada musim tanam berikutnya--meski kontraknya tiga musim tanam!"

"Paling menyedihkan dari peristiwa itu, hancurnya kegandrungan petani pada inovasi baru, bahkan bisa berbalik jadi trauma! Apalagi hasilnya jeblok, di bawah produk singkong lokal 20--30 ton per hektare, atau lebih!" sambut Amir. "Meski secara kronologis pihak petani meninggalkan inti setelah pihak inti wanprestasi, dalam hukum kedua pihak sama-sama melanggar kontrak! Jadi, yang terbaik penyelesaian secara kekeluargaan! Seperti apa bentuknya, dirembukkan! Artinya, harus ada dialog, bukan ngotot maunya masing-masing!"

"Untuk itu harus kembali ke pangkal masalah!" tegas Umar. "Yakni, jadi atau tidak usaha inti membangun pabrik etanol di Sekampung Udik, Lampung Timur.

Inti melanggar kontrak dengan menolak membeli singkong hasil panen petani, karena pabrik yang dibangun sejak 2006, pada akhir 2007 dan awal 2008 saat petani panen belum siap! Kedua, uji teknis di lahan Lampung Timur tentang iming-iming inti dalam sosialisasi, apa betul bisa menghasilkan 80--100 ton per hektare! Jika dua pangkal masalah ini tidak benar, berarti sejak awal petani telah tertipu hingga sebagai korban mereka tak wajib bayar utang, sebab petani juga meninggalkan inti selain setelah pihak inti wanprestasi atas kontrak, juga janji utama inti tak bisa dibuktikan!"

"Tapi pendekatan kekeluargaan tetap penting, karena peristiwa itu terjadi juga tak terlepas dari krisis keuangan global hingga wajar saja jika dana pembangunan pabrik tersendat, padahal inti tetap harus mengembalikan kredit bank yang telah digunakan ke rakyat!" sambut Temon. "Tapi memang, rakyat punya hak menuntut keringanan dengan pembebasan dari kreditnya, karena panen mereka dari bibit yang dibagikan inti hasilnya lebih rendah dari bibit lokal, apalagi dari yang dijanjikan, 80--100 ton per hektare!"

"Rakyat tak keberatan pendekatan kekeluargaan, tapi karena mereka menyadari pihaknya secara sosial ekonomi lemah dibanding inti yang kuat, rakyat memerlukan moderator atau pengantar yang berpihak pada mereka! Untuk itu, rakyat memilih DPRD Lampung Timur jadi moderator!" tegas Umar. "Sekalian, rakyat ingin tahu komitmen wakil rakyat terhadap nasib warga yang mereka wakili!" n 

0 komentar: