Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

KUHP, Karena Uang Habis Perkara!

"KUHP--dibaca karena uang habis perkara--yang populer 1950-an, ternyata tetap berlaku sampai sekarang! Kasus Gayus Tambunan membuktikan itu dengan sempurna--tersangka pasal berlapis dengan bukti-bukti kuat berujung vonis bebas!" ujar Umar. "Artinya, praktek permainan hukum sepanjang lebih 60 tahun lebih kita merdeka belum beringsut sedikit pun!"

"Bahkan, dengan kesempurnaan hasilnya setelah melewati tahapan proses di semua lembaga penegak hukum--kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan, tampak praktek permainannya juga jadi lebih canggih!" timpal Amir. "Itu tecermin dari pemberian nama satuan tugas (satgas) bentukan presiden untuk memberantasnya--mafia hukum!



Maksudnya, praktek permainan hukum itu sudah menjadi kejahatan terorganisasi di semua tahapan dan jenjang proses hukum, sekaligus melibatkan orang luar dan orang dalam lembaga-lembaga penegak hukum! Dengan demikian bisa disebut, kondisinya sudah sangat buruk!"

"Lebih buruk lagi akibatnya!" tukas Umar.

"Karena, asal pintar dalam arti bisa mengakses ke dalam 'sistem' yang efektif berlaku dalam praktek mafia hukum tersebut, pencolengan uang negara baik di sektor penerimaan (pajak dan sejenisnya) maupun pembelanjaan (proyek, program dan sejenisnya), proses suap, pemerasan, penipuan, dan sejenisnya pada orang yang menjalani proses hukum, proses politik (meloloskan UU, sewa perahu calon kepala daerah dan sejenisnya), proses birokrasi pelayanan publik nyaris di semua instansi (dari perizinan sampai keterangan pencari kerja), sampai segala bentuk pungli, secara keseluruhan menyedot dan mengalihkan sebagian besar uang untuk menyejahterakan rakyat menjadi hanya buat kemakmuran kelompok terbatas!"

"Memang, jika dihitung uang yang tersedot oleh kelompok terbatas itu jumlahnya signifikan dalam mengencundangi kesejahteraan rakyat!" timpal Amir. "Setahun pajak nasional bisa tersedot Rp140 triliun, atau setara 20 persen (yang juga terjadi pada penerimaan lain termasuk pajak daerah), dari pembelanjaan anggaran nasional dan daerah 30 persen (standar KPK), dan segala macam yang lainnya tadi, mungkin mencapai 30 persen dari total pendapatan nasional kotor (PDB) yang seharusnya untuk kemakmuran rakyat tersedot hanya untuk kelompok terbatas! Semua itu bisa terjadi berkat dalil karena uang habis perkara--peluang segala bentuk pencolengan terbuka lebih lebar oleh 'jaminan' adanya mafia hukum!"

"Bayangkan, karena uang habis perkara, cuma kelompok terbatas saja yang bisa hidup makmur!" tegas Umar. "Sedang rakyat jadi sekarat melarat!"

0 komentar: