Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Akarnya Prorakyat, Diokulasi Elitisme!


"DEMOKRASI dari kata demos dan cratein, pemerintahan oleh rakyat! Proses formal mewujudkan akar demokrasi pada kekuasaan rakyat itu dilakukan dengan pemilihan langsung kepala desa, kepala daerah, kepala negara, dan semua tingkat perwakilan rakyat!" ujar Umar. "Tapi demokrasi kita seperti pohon karet, akar terbaik tahan badai diokulasi (kawin tempel) mata tunas clone lain—elitisme—yang tumbuh jadi batang pohonnya! Prinsip prorakyat pun terbenam, yang tumbuh subur justru praktek demokrasi elitisme!"

"Kian terbenamnya akar prorakyat terlihat lewat anggaran publik dari APBN hingga APBD sekadar basa-basi, dibanding belanja aparatur—



terutama elite eksekutif-legislatif yang menetapkan sendiri anggarannya!" sambut Amir. "Elite lalai dari sumpah mendahulukan kepentingan rakyat dengan mendistribusi hanya 30% APBN dan APBD untuk rakyat, sedang 70% buat elite dan aparatur yang totalnya di bawah 5% penduduk!"

"Ketimpangan distribusi anggaran jadi pangkal ketimpangan sosial, rakyat makin melarat dan tak berdaya dalam arti luas!" potong Umar. "Tak berdaya melakukan kontrol pada elite pengelola nyaris semua sumber dan bidang kehidupan bangsa di poros pemerintahan! Elite lepas kontrol terlalu jauh, nyaris di semua bidang kehidupan berbangsa jadi gelap dicekam mafia korupsi yang lagi-lagi, mengorbankan rakyat!"

"Hidup serbamudah tanpa berkeringat di politik dan aparatur itu membunuh etos kerja keras, kekuatan utama rakyat!" timpal Amir. "Impian generasi muda jadi PNS atau politisi, yang sudah kerja di swasta atau berwirausaha selalu ikut tes CPNSD, jika diterima wirausahanya ditinggalkan!"

"Itu karena sektor swasta dan wira usaha lemah akibat elitenya jadi agen neoliberalisme, menyeret bangsa masuk ring persaingan bebas buat semua kelas petinju! Bangsa pemula kelas layang dipaksa tarung bebas lawan petinju kelas berat juara dunia!" tukas Umar. "Jelas kalah, akhirnya jadi bangsa konsumen! Ini masih dieksploitasi, dengan membanggakan pertumbuhan dari konsumsi! Kreativitas bangsa mandul, kalah bersaing global!"

"Terpuruk dan kalah akibat mafia dan korupsi di segala bidang, tiada lagi yang bisa dibanggakan, membuat peluang juara sepak bola tingkat ASEAN saja memicu euforia!" timpal Amir. "Sepak bola olahraga paling merakyat, akar demokrasi yang terbenam pun menggeliat, melampiaskan dahaga atas suatu kebanggaan! Tapi mampukah geliat akar itu menyembuhkan batang okulasi yang penuh penyakit? Mengurangi sejenak pedihnya derita rakyat, mungkin! Tapi menyembuhkan elitisme, no way!"

0 komentar: