Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Tahun Baru, Paduan Posmo dan Autisme!


"SELAMAT Tahun Baru 1432 Hijriah!" ujar Umar. "Pertanda penting apa yang mengiringinya?"

"Gejala menguatnya hyper cultural!" jawab Amir. "Gejala itu terjadi simultan pada arus utama (mainstream) era informasi yang disebut dengan kultur post-modern (posmo), dengan hakikatnya mengaktual lewat hyper-reality—realitas sebatas kesan yang terbentuk oleh tayangan intens media massa! Dari hyper-reality itu muncul subkultur budaya politik autisme, dengan hakikatnya mengaktual lewat hyper-active—perilaku penyandang autis yang selalu asyik sendiri, tak nyambung dan tak peduli dengan realitas sekitarnya!"

"Budaya politik autisme sudah terasa banget gejalanya pada penguasa negeri, selalu asyik sendiri tak peduli pada realitas bangsanya!" timpal Umar. "Dalam gejala itu, penguasa yang hanya asyik dengan pikiran dan khayalan sendiri membawa bangsanya terbenam dalam masalah-masalah sepele dan tetek bengek, justru sebagai pelarian dari masalah-masalah amat penting dan esensial bagi bangsa yang justru ditinggalkan karena gagal atau tak mampu dia selesaikan, hingga masalah penting tak terpecahkan makin bertumpuk!"


"Pilihan itu sebenarnya tak terlepas dari usaha penguasa di front hyper-reality untuk memantap-kokohkan kesan maya (citra hyper) kepiawaian dirinya menyelesaikan masalah lewat polemik di media massa atas masalah-masalah sepele yang dipilihnya itu!" tegas Amir. "Sekaligus dengan itu, diskursus bangsa atas masalah-masalah serius yang terbengkalai dan tumpukannya kian tinggi itu semakin kehabisan ruang dan waktu tayang di media massa, tersingkir dengan pengalihan ke masalah-masalah tetek bengek yang tak esensial bagi bangsa tersebut!"

"Berarti, autisme itu sebuah pilihan by design!" timpal Umar. "Tapi pilihan itu punya risiko dengan konsekuensi fatal, penumpukan masalah esensial yang tak terpecahkan seperti korupsi dan segala bentuk mafia pendukungnya di birokrasi, akan mengalami proses pembusukan politik—political decay—di mana peranti demokrasi yakni politik, hukum, dan pengelolaan sosial-ekonomi publik tak bekerja efektif untuk mengujudkan kesejahteraan rakyat—sebaliknya merongrong dan memperlemah pencapaian tujuan tersebut!"

"Pembusukan itu mencapai titik kulminasi dalam hyper-reality ketika kegagalan penguasa dalam menjalankan sistem primer—terkait masalah-masalah esensial bangsa--mencapai kadar mitos dalam benak rakyat!" tegas Amir. "Itu ketika mayoritas rakyat secara umum telah sampai pada kesimpulan iso ne mung sa'mono—
bisanya cuma sebegitu saja!" ***

0 komentar: