"FITRA—Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran—dalam skala nasional menengarai bolongnya sistem menyebabkan kebocoran APBD signifikan pada pos bantuan sosial!" ujar Umar. "Bantuan itu diberikan pada organisasi kemasyarakatan (ormas) baik sosial, keagamaan, primordial (kesukuan) dan kewargaan (LSM) dengan syarat longgar—terdaftar di Kesbang—lalu, tanpa kewajiban audit pemakaian dana di tangan penerimanya!"
"Bolongnya sistem pos bantuan dimanfaatkan maksimal kepala daerah untuk tetap berkuasa lewat pemilihan berikutnya atau penerus kekuasaan keluarga dengan membangun dinasti!" sambut Amir. "Tak kepalang, langkah memperkuat dukungan pada dinasti dari segala bentuk ormas itu berlangsung sejak tahun pertama dari lima tahun kekuasaannya! Artinya, dana pos bantuan dialirkan selektif pada ormas-ormas yang sudah punya komitmen mendukung rejim tersebut!"
"Masih menurut Fitra, kebocoran lewat pos bantuan untuk itu jumlahnya cukup signifikan, pada satu daerah tingkat dua bisa puluhan miliar rupiah per tahun!" tegas Umar. "Untuk tingkat provinsi, bisa lebih aduhai! Hal terpenting dalam penyaluran itu, penerimanya bukan ormas fiktif—hanya terkait ormas fiktif sebagai penerima itulah yang disidik kasus korupsi di Lampung!"
"Namanya korupsi sempurna, yang tak sempurna—seperti ormasnya fiktif--bisa jadi kasus korupsi!" timpal Amir. "Bolong lain dalam sistem hingga membuka peluang jadi korupsi sempurna ada pada sektor penerimaan! Salah satunya seperti disinyalir BPK, kebocoran terjadi pada pajak restoran di Lampung! Ini terjadi karena sistem pemungutan pajak pembangunan daerah dengan wajib pungut (wapu) penguasaha restoran belum dijalankan secara standar—belum ada marking (tanda kontrol) dari dinas pendapatan pada setiap lembar faktur penjualan (bill) dengan nomor urut faktur tersamar berlubang atau cara lain!"
"Dengan begitu besarnya pungutan pajak bisa dibawa ke ranah negosiasi saling menguntungkan wapu dan petugas pajak, sedang nilai riil yang masuk kas daerah tergantung pada pencatatan nilai setoran yang disepakati!" tukas Umar. "Korupsi sempurna dalam hal ini pada proses sebelum ada pencatatan tertulis, itu terkait jumlah sebenarnya yang tak masuk kas daerah, selisih jumlah yang sebenarnya dibayar wapu dengan jumlah yang dilaporkan sebagai penerimaan pajak daerah! Model ini di berbagai sektor penerimaan jadi korupsi sempurna, karena di luar yang dicatat sebagai setoran resmi, tak ada bukti fisis!"
"Begitulah korupsi sempurna!" timpal Amir. "Berjalan nyaman dalam sistem yang bolong-bolong penuh kelemahan!" *** (Habis)
Kata Kunci
Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani
Selasa, 21 Desember 2010
'Korupsi Sempurna' dalam Sistem! (2)
Langganan:
Posting Komentar
0 komentar:
Posting Komentar