Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Tempe Busuk, Sifat Rakyat itu 'Nrimo'!


TINI yang baru tiba dari kota terkejut, neneknya memasukkan tempe busuk ke gulai daun singkong yang dimasak. "Nenek gimana sih?" entak Tini. "Jelas tempe sudah busuk dimasukkan ke gulai!"

"Aku dulu juga protes karena rasa pahit tempe busuk di gulai daun singkong!" jawab nenek.

"Apa jawab atas protes nenek?" kejar Tini.

"Ini soal tradisi selera, kalau sudah terbiasa malah aneh saat makan gulai daun
singkong tak ada rasa tempe busuknya!" jelas nenek. "Tapi lebih penting lagi penjelasan selanjutnya, sifat dan watak manusia tak sepenuhnya terlepas dari apa yang dimakannya! Makan tempe busuk diperlukan buat wong cilik, rakyat jelata seperti nenek, agar tak angkuh dan sombong, sebaliknya selalu pasrah alias nrimo dengan rasa syukur apa pun yang dialami atau seberapa pun yang didapat!"


"Kalau begitu berbagai ketidakadilan penguasa yang dilakukan sesuka-sukanya terhadap rakyat, akarnya justru pada sifat dan watak rakyat yang terbentuk oleh tempe busuk santapan mereka dari masa ke masa!" tegas Tini. "Bahkan dengan sifat dan watak pasrah dan nrimo yang fatalistik itu, jelas bagi rakyat—terutama dalam berhadapan dengan yang berkuasa baik secara politik maupun ekonomi—keadilan hanya sebuah utopi, impian yang takkan pernah bisa terwujud!"

"Justru itu, daripada rakyat kehabisan waktu dan daya mendamba keadilan yang tak akan mereka peroleh dari segala jenis penguasa, nenek-moyang kita menyiapkan resep tempe busuk untuk nrimo ketakadilan seperti apa pun!" timpal nenek. "Cuma dengan
nrimo mereka bisa merasa tetap tenang dan tenteram dalam kondisi seburuk apa pun!"

"Malangnya, segala jenis penguasa dengan power tend to corrupt-nya justru makin semena-mena mengorupsi hak-hak rakyat akibat tak ada kritik yang efektif dari rakyat atas sepak terjang penguasa!" tukas Tini. "Bahkan dalam satu undang-undang yang sama, pasal-pasal untuk rakyat diterapkan tegas, sedang pasal-pasal untuk penguasa tak pernah dipakai!"

"Punya contoh undang-undangnya?" kejar nenek.

"Contohnya UU No. 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, polisi rajin memakai UU itu untuk merazia rakyat pengendara motor!" jelas Tini. "Dalam UU itu juga disebutkan, penguasa yang berkewajiban memelihara jalan diancam sanksi hukum jika tidak melaksanakan kewajiban tersebut semestinya! Tapi sejauh ini, belum ada penguasa ditindak hukum untuk itu, meski jalan kabupaten dan provinsi banyak yang rusak parah!"

"Semua itu—dari tempe busuk sampai praktek UU—akibat hukum seperti pedang!" timpal nenek. "Hanya tajam ke bawah, ke atasnya tumpul!" ***

0 komentar: