Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Jika Bisa Dipersulit Kenapa Dipermudah?


"JIKA bisa dipersulit, kenapa dipermudah? Itu semboyan birokratis berlatar sikap korup, karena kalau dipersulit bisa mendapat pelicin untuk memperlancar urusan!" ujar Umar. "Sikap itu mengekspresikan arogansi kekuasaan, karena dengan mempersulit itu ditunjukkan pihaknya punya kuasa untuk bertindak semau gue terhadap warga yang seharusnya wajib dia layani!"

"Contoh arogansi suka mempersulit warga itu dipertontonkan secara terbuka terhadap puluhan ribu warga di Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta!" sambut Amir. "Menjelang laga final Piala AFF 2010 antara timnas Indonesia lawan Malaysia, puluhan ribu orang pendukung timnas yang antre berhari-hari sejak pekan lalu, sebagian dari luar kota dan luar Jawa, sesampai di loket bukannya mendapat tiket, tapi cuma diberi kupon nomor urut untuk antre lagi membeli tiket!"



"Itu cara mempersulit dan menyiksa warga paling konyol!" timpal Umar. "Kalau sekali datang antre langsung mendapat tiket, jubelan antrean massa mengalir, yang sudah datang tak perlu datang lagi! Tapi dasar suka mempersulit, jubelan massa itu dibuat harus datang dan antre lagi dalam jubelan lebih besar berlipat ganda, hingga untuk mengatur barisan sesuai nomor urut kupon yang sudah didapat puluhan ribu orang itu malah lebih sulit bukan kepalang! Apalagi massa yang telah berhari-hari antre dan menginap itu kelelahan hingga mudah marah! Terbukti, akhirnya mereka menjebol gerbang stadion!"

"Dalam situasi itu bukan cuma warga yang tersiksa antre berhari-hari desak-desakan sampai banyak yang pingsan! Tak kalah tersiksanya aparat keamanan yang harus menangani puluhan ribu orang emosional dan beringas karena kelelahan! Akibatnya, saat massa menjebol masuk stadion, aparat yang juga kelelahan tak terlihat lagi!" tegas Amir. "Dasar mental kalau bisa dipersulit kenapa dipermudah, mereka yang berkuasa menjual tiket itu tak peduli siksaannya berbuah amuk massa!"

"Itu menunjukkan, di balik distribusi tiket terdapat orang-orang jahil-(iah)—yang senang melihat orang susah, susah melihat orang senang!" timpal Umar. "Tapi kenapa simpul palayanan warga di luar birokrasi juga bisa jatuh ke tangan kaum jahiliah—yang menetapkan cara paling bodoh mempersulit dan menyengsarakan massa?"
"Itu isyarat, negeri kita bukannya maju seperti negeri lain yang bahkan mencapai post-modern!" tegas Amir. "Sebaliknya, kita justru mundur jauh ke praperadaban, zaman jahiliah, di mana sekecil apa pun kekuasaan digunakan untuk mempersulit dan menyengsarakan warga yang tak berdaya!" ***

0 komentar: