Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Gizi Buruk Muncul Lagi di Lampung!


"SUSANTI usia tujuh tahun berat badannya hanya 11 kg, dinyatakan menderita gizi buruk!" ujar Umar. "Warga Dusun Sinarogan, Sinargading, Kasui, itu meninggal dalam perawatan RSUD Z.A. Pagaralam, Way Kanan, Senin (7-2) pagi!"

"Gizi buruk bukan penyakit ujug-ujug!" sambut Amir. "Seperti nasib Susanti, gizi buruk bukan sekadar bawaan lahir yang membuat tubuhnya rentan penyakit dan lambat tumbuh, tapi juga bawaan persentase tertinggi warga miskin (lebih dari 40% jumlah rumah tangga) yang diterima Way Kanan saat jadi kabupaten!"


"Jadi, kalau 'puncak gunung es' kasus gizi buruk untuk Provinsi Lampung kali ini muncul di Way Kanan, justru alamiah!" tegas Umar. "Tapi harus diingat, puncak gunung es itu mencuat ke atas didorong oleh naiknya timbunan di bawahnya! Artinya, kabupaten lain yang sebelumnya pernah jadi tempat kemunculan gunung es gizi buruk supaya beres-beres agar kali ini lolos dari giliran!"

"Untuk 'beres-beres' itu, bagi kepala daerah yang mengenal baik daerahnya—karena gizi buruk bukan masalah ujug-ujug—akan dengan mudah mengetahui lokasi kawasan rawan gizi!" timpal Amir. "Dari kawasan itu bisa muncul penderita gizi buruk ketika ada trigger factor yang memicunya! Kenaikan harga pangan yang serentak dalam waktu panjang misalnya, seperti tercermin pada inflasi kelompok pangan 2010 setinggi 15,64%, bisa menjadi pemicu letusan gizi buruk secara luas! Apalagi di tengah kesulitan dengan kenaikan harga serentak dalam waktu panjang itu, pembagian jatah raskin sering tersendat pula! Jadilah kenyataan baru, penyakit gizi buruk dengan gejala fisik busung lapar itu bukan semata akibat kesalahan bunda mengandung, tapi juga bisa akibat jatah raskin kurang lancar!"

"Pemicu yang tampak amat sepele bagi warga yang tidak serbakekurangan!" tukas Umar.

"Tapi lain hal bagi mereka yang jatah raskin (15 kg/bukan/keluarga) hanya cukup menyambung hidup untuk 10 hari, sedang 20 hari berikutnya antara ada dan tiada—tak ada jaminan kebutuhan dasar itu terpenuhi! Ketakpastian datangnya jatah raskin periode berikutnya jadi masalah serius!"

"Itu yang kurang dipahami para pengelola raskin, sehingga soal giling-menggiling ulang beras mutu rendah agar terlihat layak untuk raskin, sering mengganggu ketepatan waktu distribusinya!" timpal Amir. "Konon lagi setelah kasus raskin yang mutunya kurang layak distribusi penyidikannya dihentikan yang berwajib, eksesnya mengancam penderita gizi buruk yang menerima raskin terlambat dengan mutu lebih rendah pula!" ***

0 komentar: