Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Pemiskinan Petani Pangan!


"WACANA nasional pemiskinan petani pangan yang semakin meluas, jika ditarik ke Lampung tak nyambung! Bahkan jadi anomali data statistika pertanian Lampung yang sedang berkibar indah!" ujar Umar. "Meskipun, Guru Besar Ilmu Ekonomi Pertanian Unila Bustanul Arifin menegaskan, mau menggunakan perhitungan model apa saja, dengan kepemilikan; lahan sempit tidak akan mampu memenuhi kebutuhan hidup mendasar mereka, petani pangan!"(Kompas, 23-2)

"Memang, dengan data statistika sektor pertanian Lampung bersimpul nilai tukar petani (NTP) akhir triwulan IV 2010 pada 118,1, tertinggi nasional, kurang pas menarik kasus pemiskinan petani pangan ke Lampung!" sambut Amir. "Tapi kita juga harus fair, selain NTP itu didongkrak oleh harga hasil perkebunan yang sedang meroket, karet 1 dolar AS per kg, harga tertinggi sepanjang abad, CPO sawit tembus Rp10 ribu per kg, kakao di atas Rp20 ribu per kg, kopi Rp18 ribu per kg, lada hitam di atas Rp40 ribu! Sedang beras, triwulan IV 2010 itu masa paceklik, sehingga kalaupun harga beras tinggi yang menikmati pedagang—petani lahan sempit saat paceklik justru membeli beras!"


"Maksudmu, meski statistika pertanian Lampung menunjukkan kondisi terbaik, kemungkinan ada kelompok petani yang tak terwakili oleh statistika itu, seperti petani pangan berlahan sempit—yang justru mayoritas petani pangan—sebaiknya tetap diberi perhatian demi usaha perbaikan nasibnya?" tukas Umar. "Mereka perlu perhatian justru saat pekerja sektor pertanian, perkebunan, kehutanan, dan perikanan di Lampung naik 15,36% (Agustus 2009—Agustus 2010) diserbu pekerja yang beralih dari sektor lain! Sebab, daya tarik naiknya harga komoditas itu mengundang lebih banyak semut ke pinggan yang sama, hingga meski pada statistika kinerja tampak baik, perebutan kue di pinggan subsektor pangan bisa menekan bagian mereka!"

"Layak diingat pula, kinerja sektor pertanian Lampung tercatat indah dalam statistika itu baru mulai triwulan III 2010!" timpal Amir. "Dengan itu diharapkan bisa efektif menghapus stigma-stigma negatif tentang Lampung, seperti provinsi IPM terendah di Sumatera, atau termiskin kedua di Sumatera setelah Aceh, dan seterusnya!"

"Stigma-stigma itu hilang jika realitas kemiskinan juga habis dieliminasi!" tegas Umar. "Dari catatan Bank Indonesia (Lampost, 21-2) stigma itu terkait pada 220 ribu jiwa penganggur terbuka, kalau di Lampung ada 2.200 desa, maka rata-rata di setiap desa terdapat 100 penganggur alias satu SSSK—satuan stigma setingkat kompi!" ***

0 komentar: