"ANAKKU, sayang! Dari pagi sampai malam baru bisa jumpa susu ibu lagi, ya?" ujar seorang ibu sambil menyusui bayinya yang ia tinggal kerja sejak pagi buta dan baru kembali sampai rumah lepas magrib. "Ibunya harus kerja cari makan, juga agar bisa menabung untuk menyekolahkan kau kalau besar nanti, supaya bisa jadi sarjana!"
"Emakmu itu wanita karier! Emansipasi, eman-eman ASI—air susu ibu!" timpal nenek ke arah cucunya, menyindir. "Jadi sabar kalau kau harus kekurangan ASI!"
"Oma! Kok tiba-tiba jadi begitu?" entak si ibu. "Kan kita dari awal sudah sepakat demi karierku?"
"Memang! Dan aku juga tetap committed pada kesepakatan itu!" sambut nenek. "Namun kita sadari atau tidak, demi emansipasi, demi kariermu, si bayi yang tak tahu apa-apa ini jadi menderita! Meski kau tinggalkan ASI-mu sebotol di kontainer suci hama, hanya cukup dua kali minum! Sejak tengah hari sampai malam barulah ia mendapat ASI kembali setelah kau pulang!"
"Tapi dia kan semakin terbiasa begitu!" tegas ibu.
"Sudah pun, kalau soal terbiasa!" timpal nenek. "Tapi dia tak mendapatkan kebutuhan dasarnya secara cukup! Pasti memengaruhi kemampuan fisik dan mentalnya kelak, karena selain tinggi kandungan antioksidannya, ASI juga mengandung banyak ketahanan dan keunggulan lain bagi fisik dan mental anak!"
"Tapi dia kan masih jauh lebih mendingan dari anak orang lain yang dari pagi baru dapat ASI lagi malam setelah ibunya pulang kerja!" tegas ibu. "Apalagi dibanding anak yang disapih langsung, karena ibunya jaga bodi takut cepat longsor!"
"Yang begitu jelas lebih parah lagi nasib bayinya!" sambut nenek. "Dari semua jenis bayi yang tak cukup ASI itu, masa depannya pasti tak sekuat yang cukup ASI, curahan penuh kasih ibunya!"
"Tapi harus bagaimana lagi, yang seperti ini juga sudah umum dan lazim!" entak ibu.
"Perlu usaha bersama ibu-ibu modern dan wanita karier di kota ini untuk membuat dan mengelola tempat penitipan bayi di dekat atau bahkan di ruang terpisah tempat kerja mereka, sebagai jaminan masa depan generasi muda bangsa tak terancam malanutrisi yang parah!" tegas nenek. "Pemerintah, melalui Dinas Tenaga Kerja membuat aturan untuk itu, sehingga ibu-ibu tak terhalang sanksi disiplin jika harus lebih sering menyusui anak yang tak jauh dari tempat kerjanya!"
"Itu yang terbaik!" timpal ibu. "Tapi harus diperjuangkan agar emansipasi tak jadi kambing hitam jika kelak terjadi the lost of generation!" ***
Kata Kunci
Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani
Selasa, 19 April 2011
Emansipasi! Bukan 'Eman-eman' ASI?
Label:
asi.
Langganan:
Posting Komentar
0 komentar:
Posting Komentar