Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Konsolidasi Ideologi NII!


"NII—Negara Islam Indonesia yang oleh aktivisnya di Lampung juga disebut En-Sebelas—dapat angin segar!" ujar Umar. "Menko Polhukam Djoko Suyanto menegaskan, NII bukan ancaman karena belum menghimpun kekuatan perlawanan secara masif untuk mengganti (bentuk) negara!"

"Kenapa penegasan sikap pemerintah sedemikian kau sebut angin segar buat NII?" tanya Amir.

"Karena NII menjadi lebih nyaman untuk melakukan konsolidasi ideologinya, yakni ideologi negara Islam sebagai pengganti negara Pancasila—yang mereka buat semakin hambar penghayatannya di kalangan warga bangsa!" jawab Amir. "Sekaligus mematangkan radikalisme, cara mencapai tujuan dengan kekerasan dalam ideologi itu, seperti praktek NII era DI/TII dan Komando Jihad!"

"Apa isyarat atau pertanda konsolidasi ideologi NII itu selama ini telah berlangsung dan mendapat pembiaran dari pemerintah?" kejar Amir.


"Lihat saja hasil penelitian Lembaga Kajian Islam dan Perdamaian dari UIN Syarif Hidayatullah di bawah pimpinan Prof. Bambang Pranowo, 49% pelajar SMP-SMA setuju aksi radikal berlabel agama, dan menyatakan Pancasila sudah tidak relevan! (Koran Tempo, 26-4)," tegas Umar. "Bandingkan dengan aksi-aksi kekerasan Komando Jihad yang digerakkan NII pada 1976, pelakunya banyak direkrut dari kalangan pelajar!"

"Tapi menurut mantan Wakil Presiden M. Jusuf Kalla, (Kompas, 30-4) lahan subur radikalisme yang di antaranya menjadi terorisme di Indonesia terdapat pada ketidakadilan dalam berbagai bidang yang dirasakan masyarakat!" sela Amir.

"Memang!" sambut Umar. "Tapi radikalisme perlu ideologi untuk menjelma menjadi gerakan kekerasan yang terorientasi! Contohnya Pepi Fernando, otak pelaku bom buku dan bom Serpong, menjadi teroris setelah mengamalkan ideologi NII!"

"Kalau konsolidasi ideologi NII berjalan senyaman itu, warga yang setuju radikalisme berlabel agama dan menganggap Pancasila tak lagi relevan menjadi lebih luas, sekali bangkit menjadi gerakan masif, apa tak kewalahan pemerintah mengatasinya?" tanya Amir.

"Sekarang saja sering disebut televisi, sudah ratusan ribu massa NII di sekitar Jabodetabek!"

"Masalah ruwet jika estimasi pemerintah salah!" tegas Umar. "Untuk bertindak, pemerintah tetap menunggu aksi kekerasan masif dari NII. Ternyata yang muncul bukan kekerasan tapi aksi damai. Tapi karena jumlahnya yang amat besar dan meluas di seantero negeri, melumpuhkan sendi-sendi kekuasaan! Ujungnya, pemerintah terpaksa takluk pada tuntutan massa, seperti di Mesir, atau justru jadi promotor kekerasan seperti Khadafi!" ***


0 komentar: