DARI 44 pabrik pengalengan ikan di Indonesia, 28 untuk sarden dan makerel sisanya untuk tuna, 80% menggunakan bahan baku ikan asal impor sejak 2017. Sebelumnya 100% sarden dan makerel berasal dari Selat Bali, tapi kedua jenis ikan tersebut setahun lalu menghilang dari kawasan tersebut. Pabrik pengalengan sarden dan makerel terkonsentrasi di Bali, Muncar (Banyuwangi), Pekalongan, dan Medan. Sedang tuna di Bitung. Sebenarnya di kawasan Indonesia Timur ada sarden dan makerel, tapi secara teknis masih sulit untuk memenuhi standar mutu industri pengalengan yang harus fresh from the sea. Menurut Ketua Asosiasi Pengalengan Ikan Indonesia (Apiki) Ady Surya kepada Kompas.com (14/4/2018) maksud fresh from the sea, begitu ikan ditangkap dari laut langsung dibekukan dalam kapal, bukan ikan ditangkap lalu dibawa ke pelabuhan kemudian dilelang. "Dengan proses beku di atas kapal, semuanya clear. Parasit juga mati. Jadi standar ikan kaleng sangat tinggi," ujar Ady. Dia berharap Indonesia memiliki kapal (buatan dalam negeri) yang berkemampuan tangkap baik dengan penampung pembekuan ikan yang memenuhi standar industri. Hal tersebut sangat diperlukan karena melihat kondisi saat ini dengan tidak adanya kapal (buatan) asing yang menangkap ikan di Indonesia. Bukan rahasia, kapal-kapal buatan asing milik industri perikanan diparkir di Bitung dan pelabuhan perikanan lain. Sedang kapal pembeku tidak mungkin menghampiri kapal nelayan karena kapal nelayan dilarang memindah muatan (transhipment) di laut. "Jadi, walaupun ikannya banyak, tidak melewati proses pembekuan di atas kapal ya tidak bisa digunakan di pabrik pengalengan ikan," jelas Ady. Pada 2017 Indonesia mengimpor ikan sarden dan makerel sekitar 40 ribu ton, padahal kapasitas 28 pabrik dalam setahun bisa mengolah hingga 235 ribu ton sarden dan makerel. Sedang kapasitas pengolahan ikan tuna per tahun bisa 365 ribu ton. Untuk sarden dan makerel kita hanya mengelola 1/6 dari kapasitas kemampuan kita. Sangat sedikit. Untuk tuna juga hanya mengelola di bawah 30% dari kapasitas kemampuan," jelasnya. Menurut Ady, pengusaha ikan kalengan sebenarnya lebih suka menggunakan ikan dalam negeri karena selain hargnya lebih murah, mekanisme prosesnya juga tidak begitu panjang. "Jika ikan dalam negeri, setelah ditangkap masuk pabriknya cepat. Harganya juga antara Rp7.000 dan Rp8.000. Sedang ikan impor, bisa Rp11 ribu," jelas Ady. Tapi, aturan pemerintah menentukan lain. ***
Kata Kunci
Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani
0 komentar:
Posting Komentar