PELEMAHAN kurs rupiah terhadap dolar AS yang pada Kamis (26/4/2018) sore menurut Bloomberg pada Rp13.891 per dolar AS, dari hari sebelumnya Rp13.924 per dolar AS, membawa berbagai ekses. Antara lain, indeks harga saham gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) hari itu anjlok 170,65 poin atau 2,8% menjadi 5.909,19. Bulan sebelumnya IHSG sempat di 6.600. Selain itu, harga saham bank-bank besar di BEI anjlok signifikan. Saham Bank BCA (BBCA) melemah 350 poin atau 1,61%. Saham Bank Mandiri (BMRI) melemah 250 poin atau 3,50%. Saham Bank Rakyat Indonesia (BBRI) melemah 120 poin atau 3,63%. Sedang saham Bank BNI melemah 150 poin atau 1,82%. Sementara itu, penjualan lima seri terakhir surat utang negara (SUN) dengan pagu Rp17,02 triliun baru laku terjual Rp6,15 triliun. Padahal biasanya, ludes beberapa hari setelah diluncurkan. (Kompas.com, 26/4) Pelemahan rupiah, menurut ekonom FEB UGM Tony Prasetiantono, terjadi akibat faktor eksternal. Utamanya perekonomian AS yang saat ini dalam kondisi sangat baik. Pertumbuhannya impresif, yakni 2,2%. Angka ini tinggi untuk ukuran PDB AS 19 triliun dolar. Inflasinya di posisi ideal, 2%. Selain itu, angka pengangguran di AS 4,1%. Saat krisis 2009—2010 pengangguran sempat ke 10%, Obama berhasil menurunkan jadi 4,6%, dan kini Trump menekan lagi jadi 4,1%. Penjualan kendaraan bermotor mencapai rekor, 17,25 juta unit dalam sebulan. Modal yang selama ini ditempatkan di luar negeri pun pulang kampung. (Kompas.com, 25/4) Sementara Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal mengatakan meski Indonesia mendapat kenaikan rating surat utang, tekanan eksternal naiknya yield (imbal hasil) surat utang AS amat kuat tarikannya. Yield surat utang AS sudah naik 46,7 basis poin sejak 1 Januari sampai 19 April 2018. (detik-finance, 26/4) Untuk menahan laju tekanan depresiasi atau pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pekan terakhir ini, Bank Indonesia (BI) membuka kemungkinan menaikkan tingkat suku bunga acuan BI 7 Day Repo Rate yang beberapa bulan ini bertahan di 4,25%. "Apabila tekanan terhadap nilai tukar terus berlangsung, berpotensi mengganggu stabilitas sistem keuangan, BI tidak menutup ruang bagi penyesuaian suku bunga dan kebijakan ini akan dilakukan dengan hati-hati, terukur, serta mengacu pada perkembangan data terkini," ujar Gubernur BI dalam konferensi pers, Kamis (26/4). Diharapkan BI tidak terlambat merespons ekses faktor eksternal itu. ***
Kata Kunci
Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani
0 komentar:
Posting Komentar