Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Justru TKI yang 'Serbu' Tiongkok!

MENTERI Tenaga Kerja (Menaker) Hanif Dhakiri membantah tuduhan bahwa tenaga kerja asing (TKA) asal Tiongkok telah menyerbu Indonesia. Yang benar, tegas Dhakiri, justru tenaga kerja Indonesia (TKI) yang “menyerbu” Tiongkok. Isu serbuan TKA asal Tiongkok ke Indonesia bertubi-tubi viral di medsos sejak keluarnya Perpres Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan TKA. Padahal, perpres itu sebenarnya memperketat penggunaan TKA, tapi oleh penyebar isu dipelitir membuka keran memasukkan TKA asal Tiongkok. Hanif merujuk data Bank Dunia dan BPS, jumlah TKI di luar negeri per akhir 2017 mencapai 9 juta orang. Di Malaysia (55%), Arab (13%), Tiongkok (10%), Hong Kong (6%), dan Singapura (5%). Di Tiongkok itu termasuk di Taiwan 200 ribu orang, dan di Makau 20 ribu orang. Sedangkan jumlah TKA asal Tiongkok yang bekerja di Indonesia per akhir 2017 hanya 24.800 orang. (Kompas.com, 23/4/2018) Hanif mengaku sudah sering membantah isu Indonesia banjir TKA asal Tiongkok. Namun, yang diberi penjelasan sulit menerima, bahkan cenderung menolak fakta dari data yang ada. "Aku harus bagaimana, dikasih datanya marah, dikasih penjelasan marah," keluh Hanif. Dari keluhan Hanif tampak yang dihadapi permainan politik prasangka buruk. Apa pun kebijakan atau yang dilakukan pemerintah, serta-merta disambut prasangka buruk. Lebih jauh lagi, kemudian dipelintir dengan penyebaran berita palsu atau hoaks yang meresahkan masyarakat. Permainan politik seperti itu jelas tidak sehat, tapi gejalanya justru makin menguat. Bahkan seperti kata Hanif, disodori fakta dan data yang benar justru marah, disebut retorika atau malah rekayasa. Namun rakyat yang makin dewasa dalam berdemokrasi, sebagian besar cenderung sudah bisa menilai dan memilah mana yang benar. Itu terlihat dari hasil survei Kompas yang dirilis 23 April 2018, kepuasan masyarakat terhadap pemerintahan Jokowi-JK terus meningkat, dari 63,1% pada April 2017 menjadi 72,2% pada April 2018. Sementara yang tidak puas jumlahnya merosot tajam, dari 36,9% pada April 2017 menjadi 27,8% pada April 2018. Dari hasil survei itu juga terlihat hasil revolusi mental, jumlah orang yang kanaah, merasa cukup dan puas atas apa yang didapat meningkat. Sementara orang yang tidak pernah merasa cukup dan tidak pernah puas, sifat pendorong korupsi, populasinya terus menurun. Artinya, kalau permainan politik prasangka buruk dilanjutkan, barisan pendukung usaha yang benar (pemerintah) akan terus bertambah panjang. ***

0 komentar: