BELAKANGAN makin nyaring suara politisi untuk mengembalikan pilkada dipilih oleh DPRD. Itu cerminan politisi serakah, enggan berbagai dengan rakyat sehingga mengambinghitamkan rakyat bahwa pemilihan langsung oleh rakyat menjadi penyebab korupsi kepala daerah setelah terpilih untuk mengembalikan modal kampanye pemenangannya. Padahal, bukan lagi rahasia umum, modal telak yang harus dikeluarkan calon kepala daerah adalah mahar, sewa perahu parpol. Apakah kalau dipilih DPRD mahar ini bisa dijamin hapus? Jangan-jangan bisa lebih gila, justru sebagai kompensasi tidak perlu lagi biaya kampenye ke rakyat. Setelah terpilih pun nantinya, kepala daerah tidak lagi memikirkan kepentingan rakyat karena cukup memanjakan anggota DPRD dan parpol pengusungnya, masa jabatan berikutnya sudah terjamin. Sedang lewat pemilihan langsung oleh rakyat, kepala daerah yang tidak memikirkan kepentingan rakyat, akan berat melanjutkan jabatan periode berikutnya. Ini banyak buktinya. Selain itu, dalam pemilihan oleh DPRD, seperti pengalaman masa lalu, rakyat dipermalukan oleh wakilnya di DPRD yang dimasukkan karantina di hotel tertentu menjelang hari "H". Karantina seperti hewan yang akan dikirim ke seberang pulau itu dilakukan oleh calon yang sudah membeli dan mengklaim suara sejumlah mayoritas anggota DPRD itu agar tidak kecolongan suaranya oleh pesaing. Kenyataan memalukan itu setiap kali berulang dan kini tampaknya diidamkan para politisi untuk diulang kembali. Artinya, pilkada lewat DPRD juga butuh biaya besar. Bahkan, biaya karantina anggota DPRD di hotel itu tidak dikenal dalam pemilihan langsung oleh rakyat. Kemudian orientasi kekuasaan kepala daerah setelah terpilih, dengan pemilihan langsung masih bisa diharap untuk lebih mengutamakan kepentingan rakyat. Ketimbang orientasinya hanya memanjakan anggota DPRD dan parpol pengusung. Soal korupsi, jelas sepenuhnya tergantung pada kualitas moral, integritas dan kapasitas sang calon. Kalau kualitas moralnya unggul, integritasnya kuat, kapasitasnya mumpuni, banyak calon terpilih tanpa modal membeli suara rakyat. Kecuali mahar yang mungkin masih harus dilunasi. Penangkapan oleh KPK terhadap para calon maupun kepala daerah yang terlibat kasus korupsi, jelas merupakan suatu proses belajar bagi bangsa ini, untuk menuju suatu kondisi ideal di mana nantinya calon kepala daerah tidak perlu bayar mahar ke parpol pengusung maupun membeli suara rakyat. Tapi semuanya berjalan efektif semestinya demokrasi. ***
Kata Kunci
Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani
0 komentar:
Posting Komentar