JARINGAN ritel Alfamart terimbas turbulensi (guncangan cuaca buruk) bisnis ritel di Tanah Air, laba 2017 anjlok hingga 50% menjadi Rp300,27 miliar, dibanding 2016 Rp601,58 miliar. Padahal, omzet penjualan Alfamart 2017 naik jadi Rp61,4 triliun dibanding 2016 Rp56,1 triliun. (Kompas.com, 3/4/2018) Naiknya omzet penjualan itu menunjukkan turbulensi dalam bisnis ritel terjadi bukan akibat melemahnya daya beli masyarakat. Ada peningkatan beban nyata dalam bisnis ritel yang semula kurang disadari para pelakunya, ternyata akibatnya sangat fatal bahkan hingga ada yang bisnisnya jatuh gulung tikar. Korban pertama turbulensi ritel 2017 dialami PT Modern Sevel Indonesia, yang 30 Juni 2017 menutup seluruh gerai 7-Eleven (Sevel) di Indonesia. Anak perusahaan PT Modern Internasional Tbk (MDRN) itu mencatat kerugian Rp447,93 miliar. (Sindo, 1/11/2017) Itu disusul PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk yang menutup delapan tokonya. Dua toko tutup permanen di Surabaya, sisanya enam gerai Ramayana ditutup pada 28 Agustus 2017, yakni di Banjarmasin, Bulukumba, Gresik, Bogor, Pontianak, dan Sabang. Matahari Department Store juga menutup dua gerainya, di Pasaraya Blok M dan Manggarai. Bahkan pusat belanja modern Lotus di Jalan Thamrin, Jakarta, juga tutup. PT Mitra Adiperkasa Tbk (MAPI), pengelola Lotus, juga menutup beberapa gerai lainnya, di Bekasi dan Cibubur. MAPI juga menutup gerai Deberhams di Kemang Village dan Supermall Karawaci. Demikian dahsyat turbulensi melanda ritel Indonesia 2017. Kepala BPS Suhariyanto menyebut penyebabnya perubahan gaya hidup kelas menengah dan atas, yang menahan tidak membelanjakan uangnya tapi ditabung ke bank. CEO PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk pengelola Alfamart, Hans Prawira, menyebut naiknya beban pokok penjualan pada 2017 menjadi Rp49,6 triliun dibanding 2016 sebesar Rp45,23 triliun. Untuk menyimak turbulensi, tentu beban ini harus diperinci lebih jauh. Salah satu yang disebut Hans adalah beban personel. "Personel kami enggak bisa rem karena sudah pasti UMK naik setiap tahun, itu hampir 50% dari biaya kami, yang lain rental dan utility itu kan sudah fixed," ujar Hans. Pemerintah telah memastikan kenaikan tetap UMP setiap tahun dengan tambahan persentase pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Padahal kemampuan perusahaan belum tentu tumbuh sebesar itu. Kalangan buruh sendiri hingga kini menuntut UMP ditetapkan lewat survei harga setiap tahun, yang sebelumnya bisa lebih kecil kenaikannya. ***
Kata Kunci
Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani
0 komentar:
Posting Komentar