PEMERINTAH menargetkan untuk menurunkan angka kemiskinan nasional hingga 9% pada 2019. Data kemiskinan di Kementerian Sosial, sesuai dengan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada September 2017 terdapat 26,58 juta penduduk miskin atau 10,12% dari penduduk Indonesia. Dalam Dialog Nasional Indonesia Maju di Sragen, Jawa Tengah, Menteri Sosial Idrus Marham menjelaskan angka kemiskinan di Indonesia itu telah turun sebanyak 1,2 juta jiwa dari Maret 2017. Untuk mencapai target angka kemiskinan hingga 9% pada 2019, menurut Mensos, pemerintah terus melakukan perluasan terhadap keluarga penerima manfaat Program Keluarga Harapan (PKH). Perluasan program ini dinilai efektif dan mampu menurunkan angka kemiskinan di Indonesia. (Kompas.com, 30/3/2018) Karena itu, Idrus menegaskan perlu ada pengetatan validasi terhadap keluarga penerima manfaat PKH agar tepat sasaran. Usaha pemerintah pusat untuk menurunkan angka kemiskinan diakui cukup maksimal, khususnya lewat PKH dengan segala komponen bantuannya. Setiap keluarga penerima manfaat bisa menikmati total bantuan PKH antara Rp1,7 juta sampai Rp3,7 juta per tahun, tergantung jumlah anak dan tingkat sekolahnya. Itu di luar bantuan beras sejahtera (rastra), yang menurut BPS ketika diterima tepat waktu seperti Maret ke September 2017, bisa menurunkan angka kemiskinan secara signifikan. Masih dari catatan BPS, justru pihak pemerintah daerah (tingkat I dan II) masih amat kurang efektivitasnya dalam mengatasi kemiskinan. Terutama di daerah yang angka kemiskinannya di atas nasional, kinerja eksekutif dan legislatif daerah dalam menanggulangi kemiskinan terkesan lebih besar retorikanya ketimbang keefektifannya. Salah satu bentuk retorika itu, meniru reality show televisi melakukan bedah rumah. Untuk acara reality show bedah rumah memang bagus, rumah reyot dalam satu hari diperbaiki jadi rumah baru. Tapi jika dikaitkan program mengatasi kemiskinan yang pendataannya oleh BPS berdasar pada tingkat konsumsi per kapita pada garis kemiskinan, program bedah rumah itu tidak ada kaitannya sama sekali. Artinya, eksekutif dan legislatif daerah sudah saatnya untuk keluar dari paradigma retorika ke program-program praktis yang manfaatnya menyentuh langsung warga miskin daerahnya, meski kecil sekalipun. Dengan program praktis itu, diharapkan pemerintah daerah tidak lagi cuma jadi penonton, tapi benar-benar efektif mendukung program pemerintah pusat menanggulangi kemiskinan.
Kata Kunci
Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani
0 komentar:
Posting Komentar