BAIDU, perusahaan raksasa teknologi mesin pencari (search engine) Tiongkok, cemas akan kembalinya perusahaan sejenis asal AS, Google, ke negerinya membawa program Dragongly, mesin pencari dengan sensor kata-kata sensitif. Google ke luar dari Tiongkok akibat diblokir pada 2010. Baidu kini menguasai 70% pasar Tiongkok. Informasi Google bakal kembali merebak di negeri Tirai Bambu sehingga situs Weibo menggelar polling. Hasilnya, 85,7% responden condong memilih Google. Baidu hanya dipilih 6,6% responden. Hasil pencarian Google disebut jauh lebih akurat dan minim sensor. Banyak yang menyatakan langsung beralih ke Google bila kembali ke negerinya. Kabar Google akan kembali ke Tiongkok itu pun berdampak pada saham Baidu yang langsung anjlok 7,7%. Namun, CEO Baidu, Robin Li, melalui akun WeChat-nya berkelit, "Google memutuskan untuk kembali ke Tiongkok, kami sangat percaya diri, kami bisa menantang dan menang kembali". Demikian Kompas-Tekno mengutip The Verge, Jumat (10/8). Baidu yang menikmati pemblokiran Google ke negerinya itu sama-sama menawarkan layanan mesin pencari, komputasi awan, pengembang kecerdasan buatan (artificial inteligent/AI), dan mengembangkan hardware. Kalau Google jadi kembali ke Tiongkok dan diizinkan beroperasi dengan program Dragonfly bersensor untuk kata-kata sensitif, peranti yang penting bagi pemerintah negeri itu, memang bisa menjadi ancaman bagi Baidu. "Perusahaan teknologi Tiongkok telah mengambil alih... Seluruh dunia meniru Tiongkok," lanjut Robin Li di akun WeChat, mengondisikan kebanggaan nasional pelanggannya untuk tidak beralih ke Google jika kembali nanti. Kesiapan alat sensor pada program layanan internet memang syarat keras dari pemerintah Tiongkok. Bukan hanya Google yang sempat kena blokir. Twitter dan Facebook mengalami nasib yang sama, yang menjadi peluang bagi program WeChat merajalela dan kini digunakan nyaris 1 miliar akun. Google pun menyiapkan mesin pencari yang punya alat sensor Dragonfly (capung atau kinjeng yang matanya tak pernah kedip), demi bisa kembali masuk Tiongkok. Program itu bisa menangkal kata-kata yang tabu atau pantang merasuk di benak warga negerinya, seperti demokrasi, hak asasi manusia, aksi damai, dan agama. (Kompas.com, 2/8/2018) Meski demikian, Google diperkirakan tidak begitu mudah menembus regulasi Pemerintah Tiongkok. Mungkin harus melalui kerja sama dengan pengembang lokal. Ini yang membuat Baidu tetap percaya diri. ***
Kata Kunci
Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani
0 komentar:
Posting Komentar