SAAT Jokowi dilantik sebagai presiden RI Oktober 2014, lebih 80% sektor pertambangan negeri kita dikuasai asing. Berkat kegigihan pemerintahan Jokowi, kini kedaulatan di pertambangan berhasil ditegakkan. Itu setelah pemerintah berhasil memerah-putihkan sejumlah pertambangan besar. Mulai 1 Januari 2018 Blok Mahakam di Kalimantan, produsen gas alam cair (LNG) terbesar Indonesia dikelola Pertamina. Pemerintah tidak memperpanjang kontrak pengelola lama asal Prancis, Total E&P Indonesie. Di bidang minyak dan gas (migas) ini, pekan lalu pemerintah memberikan pengelolaan Blok Rokan di Riau, produsen terbesar minyak bumi Indonesia, kepada Pertamina sehabis kontraknya dengan Chevron dari AS, 2021. Masih di bidang migas, Blok Masela di Kepulauan Tanimbar berkapasitas produksi gas 421 juta kaki kubik per hari dan minyak 8.400 barel per hari (bph), berdasar pada Perpres Nomor 58 Tahun 2017, produksinya dikelola sendiri dan lingkungannya dikembangkan dengan membangun pabrik pupuk dan pabrik petrokimia. Di pertambangan mineral, tambang bauksit di Bintan dengan smelter-nya di Kuala Tanjung, Sumut, Inalum, yang semula dikelola Jepang, kini sudah jadi merah-putih. Inalum dijadikan Holding BUMN pertambangan, dipercaya melunasi 51% saham Freeport senilai 3,85 miliar dolar AS. Dengan cara penguasaan saham mayoritas itu pula Freeport sebagai simbol dominasi asing di sektor pertambangan Tanah Air berhasil dimerah-putihkan. Demi kedaulatan negara bangsa, harga saham Freeport itu tidak bisa disebut mahal. Harga sebuah kedaulatan! Itu setelah tambang emas raksasa lainnya, Newmont di NTB, dimerahputihkan dengan diakuisisi perusahaan publik nasional Medco Group, dengan nilai Rp34,5 triliun pada 2 November 2016. Dari semua itu yang masalahnya masih harus dihadapi ke depan adalah pengembalian Blok Rokan ke pangkuan Ibu Pertiwi. Soalnya, pihak Chevron yang telah mengelolanya sejak tahun 1971 menyatakan kecewa atas keputusan pemerintah menyerahkan Blok Rokan kepada Pertamina. (Kompas.com, 2/8/2018) Selain meningkatnya pendapatan negara sebesar 57 miliar dolar atau sekitar Rp825 triliun selama 20 tahun dari Blok Rokan jika dikelola sendiri, menurut hitungan Pertamina, produksinya yang lebih 200 ribu bph itu akan mengurangi impor dan menghemat devisa sekitar 4 miliar dolar per tahun. Karakteristik minyak Blok Rokan juga sesuai dengan konfigurasi kilang nasional, hingga bisa diolah di kilang Dumai, Plaju, Balongan, dan Balikpapan.
Kata Kunci
Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani
0 komentar:
Posting Komentar