HARI ini, 4 Agustus 2018, tahapan pemilihan presiden (pilpres) dimulai dengan jadwal pendaftaran pasangan calon presiden dan calon wakil presiden. Pendaftaran ditutup pada 10 Agustus 2018. Dimulainya tahapan pilpres itu formalnya secara administratif mendaftarkan calon presiden dan calon wakil presiden dari parpol atau gabungan parpol ke Komisi Pemilihan Umum (KPU). Namun, proses administratif tersebut tidak terelakkan membawa iklim baru dengan suhu politik yang menghangat. Kehangatan suhu politik itu bahkan sudah lebih dahulu terasa sebulan terakhir, dengan munculnya gerakan #2019-Ganti-Presiden. Gerakan ini mengerahkan massa dengan orasi framing—retorika mengangkat kinerja pemerintahan Jokowi buruk sehingga mereka jadikan alasan untuk ganti presiden. Bahkan, pada sela-sela kesibukan lobi, para tokoh oposisi masih mencari kesempatan melontar isu framing ke arah pemerintah. Semisal, mereka sebut ekonomi buruk, orang miskin 100 juta, tanpa peduli data BPS mencatat kemiskinan satu digit, terendah sepanjang sejarah. Gerakan pengerahan massa oposisi tersebut disambut gerakan #2019-Tetap-Jokowi; yang sporadis tanpa framing, orasi atau retorika yang memburuk-burukkan tokoh oposisi maupun kinerjanya. Bahkan, dalam pertemuan para sekjen parpol koalisi pendukung Jokowi Selasa malam lalu, Jokowi menyatakan ingin mengembangkan politik damai, merangkul supaya pilpres menjadi pesta demokrasi yang riang gembira sesejuk Istana Bogor. Prinsip parpol koalisi pendukung Jokowi seperti diungkapkan Sekjen Partai NasDem Johnny G Plate, "Kami menjaga soliditas koalisi dan keadaban cara berpolitik baru untuk meningkatkan demokrasi Indonesia. Kami membangun kerja sama politik, bukan bermusuhan." (MI, 1/8) Dengan garis politik perjuangan yang santun dan damai itu, dronai suasana demokrasi yang riang gembira, kehangatan suhu politik yang hadir bersama tahapan pilpres diharapkan tidak akan meningkat menjadi suhu politik yang panas. Namun, dengan adanya framing dari pihak oposisi terhadap kinerja pemerintahan Jokowi-JK, koalisi parpol pendukung petahana punya kewajiban ekstra untuk menjaga massa pendukungnya agar tidak terpancing orasi dan retorika kelompok oposisi, khususnya gerakan #2019-Ganti-Presiden, terutama massa di lapisan akar rumput agar tidak terjadi konflik horizontal. Dengan salah satu pihak bisa solid menahan diri, pilpres yang santun, damai, dan riang gembira diyakini bisa terwujud.
Kata Kunci
Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani
0 komentar:
Posting Komentar