KAKANWIL Kementerian Agama Lampung Suhaili menyatakan perbedaan waktu Iduladha antara Indonesia dan Arab Saudi karena wilayah kedua negara berbeda tempat. Sebab itu, saat penetapan akhir Zulkaidah dan awal Zulhijah berbeda. Di Arab Saudi lebih mungkin melihat hilal karena Arab Saudi di sebelah barat Indonesia, ujar Suhaili. (Lampung Post, 21/8) Faktanya, untuk sidang isbat menetapkan awal Zulhijah 1439 di Kementerian Agama Sabtu, 11 Agustus 2018, semua peneropong di seantero negeri tidak melihat hilal. Karena itu, Iduladha ditetapkan Rabu, 22 Agustus 2018. Sedang di Arab Saudi pada hari yang sama hilal terlihat, Mahkamah Syarah menetapkan Iduladha Selasa, 21 Agustus 2018. Bukan hanya di Indonesia hilal tidak terlihat hari itu. Hal sama terjadi di Jepang, Malaysia, Bangladesh, Srilanka, sampai Pakistan. Masalahnya kenapa Indonesia (WIB) yang empat jam lebih cepat dari Waktu Arab tidak bisa melihat hilal, tapi pada hari yang sama (empat jam kemudian) Arab bisa melihat hilal? Itu karena mindset kita mengenai hari dan waktu terlembaga pada almanak Masehi, yang batas peralihan harinya ada di pertemuan 180 derajat bujur timur dan 180 derajat bujur barat (di Pasifik), dengan poros nol derajat kedua bujur bertemu di Greenwich. Almanak Masehi berdasar matahari, tentu berbeda dengan almanak Hijriah yang berdasar bulan. Fakta hilal tidak terlihat di Indonesia hingga Pakistan, tapi terlihat di Arab, selalu berulang juga di Idulfitri, bisa menjadi bahan pemikiran bahwa peralihan hari dalam almanak Hijriah terjadi pada waktu Arab, dengan poros bumi dan waktunya Kakbah. Dengan begitu, pada magrib 1 Zulhijah 1439 H waktu Arab adalah sama dengan magrib 30 Zulkaidah di batas waktu dengan Pakistan (mirip 1 Januari 2018 di 180 derajat BT adalah 31 Januari 2017 di 180 derajat BB). Dengan itu, WIB dalam almanak Hijriah bukan lebih cepat empat jam dari waktu Arab, melainkan justru 20 jam di belakang waktu Arab. Faktanya, berdasar hilal Indonesia ber-Iduladha sehari setelah Arab: seperti AS bertahun baru 16 jam setelah Australia. Kakbah sebagai pusat atau poros bumi dan waktu almanak Hijirah (bukan Greenwich), sesuai hasil penelitian Prof Dr Husain Kamaluddin yang dipublikasikan The Egyptian Scholars of The Sun and Space Research Center, Kairo. Isinya dibahas dalam buku yang ditulis Saad Muhammad Al Marsafy. Buku ini diterjemahkan ke bahasa Indonesia oleh Iwan Nurdaya Djafar (2011). Ini akan ditulis di Buras besok.
Kata Kunci
Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani
0 komentar:
Posting Komentar