Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Dipidana Korupsi tanpa Menikmati!

"EMPAT mantan deputi gubernur Bank Indonesia (BI), Aulia Pohan, Maman Soemantri, Bunbunan Hutapea, dan Aslim Tajudin dipidana penjara masing-masing empat tahun lebih dalam kasus korupsi dana yayasan di BI," ujar Umar. "Menurut hakim, hukuman itu dijatuhkan dengan berbagai hal yang meringankan, salah satunya, mereka tak menikmati hasil perbuatan korupsi tersebut!"

"Sedang sejumlah anggota DPR yang menikmati aliran dana BI itu malah tak tersentuh hukum!" timpal Amir. "Itu sesuai keterangan Hamka Yandu di sidang pengadilan! Hanya Yandu dan Anthony Zeidra Abidin anggota DPR yang terkena pidana korupsi ini, teman-teman sekomisinya lolos!"
"Soal sejumlah anggota DPR yang belum terjerat mungkin hanya soal waktu!" tegas Umar. "Sebab korupsi itu kejahatan luar biasa--extraordinary crime, jadi kasusnya tak mengenal kedaluwarsa!"

"Dengan korupsi sebagai kejahatan luar biasa itulah, bukan yang menikmati saja dijerat!" timpal Amir. "Siapa pun terkait tindak korupsi, seperti lewat menyalahgunakan kekuasaan memperkaya orang lain atau sejenisnya dengan merugikan keuangan negara, digolongkan sebagai koruptor!"
"Tergolong koruptor seharusnya yang menikmati hasilnya! Sedang mereka tidak sama sekali!" tukas Umar. "Apa melabeli mereka koruptor tak keliru?"

"Korupsi berasal dari kata Inggris corrupt--juga dipakai pada disket yang kena virus atau rusak! Akibat corrupt di satu sektor disket, rekaman lagu di dalamnya juga rusak! Seperti syair lagu 'biarlah kutanggung semua derita', ketika disketnya rusak jika diputar berbunyi 'biarlah kutang ... kutang ... kutang...!' Konon lagi BI bukan sekadar disket, tapi sebuah server induk jaringan keuangan nasional! Jika server induknya rusak, bisa berantakan semua jaringan sistemnya!"
"Kalau begitu ngapain para deputi gubernur BI itu susah payah mengalokasikan dana ke DPR sampai menanggung akibat seberat itu?" entak Umar.

"Terdorong oleh 'idealisme'--dalam tanda petik!" jawab Amir. "Yaitu, untuk mewariskan sebuah UU Bank Sentral yang murni independen dari campur tangan presiden! Sukses itu menjadikan sistem bank sentral kita lebih maju dari AS--yang hingga kini masih terkait presiden!" (Lihat, Didik Rachbini, BI Menuju Independensi Bank Sentral, 2000)
"Duileh, ngetop banget!" entak Umar. "Sistem AS saja liberal,
sistem apa pula bank sentral kita?"

"Jadi superliberal!" tegas Amir. "Dengan sistem baru itu, siapa pun jadi pimpinan BI kemudian akan mengenang mereka sebagai pahlawan! Sebab dengan sistem superliberal itu, pimpinan BI bebas menetapkan sendiri gaji, tak lagi mengikuti struktur gaji PNS! Maka itu, gaji pimpinan BI bisa lebih Rp100 juta/bulan, melebihi gaji presiden!"
"Ternyata, untuk jadi 'pahlawan' mereka juga seperti pahlawan kemerdekaan!" tukas Umar. "Harus siap masuk penjara!" ***

0 komentar: