"MENGERIKAN!" entak Umar. "Meski bencana busung lapar diberitakan dengan judul berhuruf besar, 68 balita dari berbagai penjuru Lampung jadi korban, puluhan balita lain diwawat di sejumlah RSUD--di RSUAM saja 10 bocah--sebagai puncak gunung es kritisnya gejala gizi buruk di daerah ini, tak ada pemimpin formal maupun nonformal berinisiatif menggelar gerakan darurat mengatasinya! Yang menonjol justru bentakan membantah--di wilayah tanggung jawabnya tidak ada gizi buruk, apalagi busung lapar!"
"Itu mencerminkan adanya kecenderungan sikap antikemanusiaan pada sementara pemimpin di daerah ini hingga alergi pada tuntutan simpati--apalagi tanggung jawab--terhadap hal-hal terkait masalah kemanusiaan!" sambut Amir. "Bukti alergi dimaksud tampak
"Padahal mampir sejenak, bicara sepatah dua dengan orang tuanya, sudah memberi dukungan moral yang amat berarti bagi keluarga Sukriya!" timpal Umar. "Lebih baik lagi kalau bisa memberi bantuan buat belanja selama menunggui anaknya di RS. Tapi kenapa sikap demikian bisa menggejala pada sementara pemimpin kita?"
"Mungkin faktor orientasi yang mendominasi sikap para pemimpin itu!" tukas Amir. "Dan itu, orientasi pada kekuasaan yang melampaui ubun-ubun--sehingga hal-hal yang tidak punya kaitan dengan power building, konon pula bisa menodai kemulusan kekuasaannya, harus dijauhi! Itu membuat nasib Sukriya dan kawan-kawannya korban letusan bencana busung lapar jadi lebih malang lagi karena penderitaan mereka dinafikan adanya oleh kalangan pemimpin!"
"Meski demikian, usaha mengurangi keseriusan gejala ini tetap perlu didorong!" timpal Umar. "Usaha itu bisa dilakukan dengan mengaktifkan seluruh posyandu di semua RW dan lingkungan, dengan meningkatkan tiga kali lipat anggaran untuk asupan tambahan! Hitungannya, kalau dengan asupan sekali sepekan masih meletuskan bencana, mungkin dengan dua kali sepekan baru mencapai statis atau seimbang dengan tekanan gejalanya! Jadi, untuk menurunkan gejalanya, harus tiga kali sepekan!"
"Sebenarnya anggaran posyandu itu relatif kecil, apalagi dibanding dengan dana pos bantuan di APBD Provinsi Lampung yang per tahun bisa lebih Rp100 miliar!" tegas Amir. "Ketimbang dana pos bantuan dihabiskan ke arah tak jelas, lebih baik sebagian dialihkan untuk meningkatkan tiga kali lipat dana asupan tambahan posyandu! Itu bisa menjadi usaha nyata mengatasi gejala gizi buruk, ketimbang kewalahan membantah setiap gejala gizi buruk meletus jadi busung lapar!" ***
0 komentar:
Posting Komentar