"MASIH berlanjutnya jatuh korban tewas akibat komplikasi busung lapar sebagai letusan gejala gizi buruk di Lampung, dengan penanganan aparat 'berdarah dingin' hingga penderita sempat tewas duluan menunggu proses rujukan yang terhambat birokrasi, menunjukkan segala dimensi strategi dan kebijakan propoor cuma janji palsu!" ujar Umar. "Janji meningkatkan kesejahteraan rakyat--propoor--yang gempita dari satu ke kampanye berikutnya (pemilu, pilkada) selalu terngiang di telinga rakyat, tapi realitas di tengah letusan gejala gizi buruk dewasa ini justru membuktikan sebaliknya!"
"Pengalaman pahit keluarga korban dan penderita komplikasi gizi buruk menjadi bukti nyata untuk itu!" sambut Amir. "Dari keluarga Maulana ke Elva yang meninggal, hingga keluarga Sukriya yang tak pernah siuman selama dirawat sampai dibawa pulang, mendesak kita untuk menuntut janji para politisi dan pejabat negara untuk berpihak kepada rakyat, bahkan lebih jauh lagi, berpihak kaum miskin--propoor! Apa arti keberpihakan jika tidak sedikit pun perhatian diberikan ketika si miskin membutuhkan kepedulian mereka?"
"Prasangka baik kita, semua itu bukanlah suatu tindakan yang secara sadar dipilih kalangan pemimpin, melainkan hanya karena lalai dari kewajiban atau lupa pada janjinya!" tegas Amir. "Sebab, kalau tindakan itu merupakan pilihan sadar, yang terjadi adalah sebuah pengingkaran baik terhadap kewajiban formal maupun pada janji! Suatu hal yang tak bisa dimaafkan!"
"Masih ada satu kisi-kisi lagi yang kau lupakan!" timpal Umar. "Bukan soal lalai atau lupa maupun pilihan sadar atau tidak! Dalam masa peralihan dari tradisional ke modern, kemungkinan yang sering karena orang belum tahu hingga kurang menyadari kewajiban yang seharusnya diberi prioritas! Artinya, semua itu terjadi karena atas hal-hal baru dalam kehidupan bernegara bangsa masih dijalani dalam proses belajar!"
"Saya tidak menolak semua itu sebagai masalah proses belajar!"
0 komentar:
Posting Komentar