Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Malaysia, Lagak Orang Kaya Baru!

LAGAK Malaysia pada tetangganya mirip keluarga orang kaya baru yang kementhus-sok paling hebat!" ujar Umar. "Bayangkan, sampai Presiden Yudhoyono memperingatkan jangan melakukan provokasi di Ambalat, mereka tidak peduli, tetap saja melakukan provokasi!"

"Lagak orang kaya baru pada tetangga memang selalu keterlaluan! Orang tuanya sih kalau bicara tak mungkinlah kami begini atau begitu, tetapi tingkah anak-anaknya yang kemlinthi-suka menyebalkan orang lain--dari menyiksa TKI sampai berulang mengganggu kedaulatan wilayah negara lain di Ambalat, dibiarkan saja!" sambut Amir. "Lagak itu tak terlepas dari persepsi mereka atas tetangganya! Tajuk Kompas (8-6) menyebutkan keangkuhan Malaysia melakukan provokasi laut dan menjarah hutan serta ikan hanyalah akibat, bukan sebab. Sumber persoalan utama pada bangsa Indonesia sendiri yang tak mampu meningkatkan kemajuan ekonomi, ketertiban, dan keamanan."

""Celakanya, persepsi tentang kelemahan Indonesia dibanding dengan kehebatan Malaysia itu bukan cuma ada pada pihak Malaysia!" entak Umar. "Tak kepalang, persepsi itu juga menyergap kita sendiri! Lebih sejuta warga kita berhamba sebagai kawulo-TKI--di negeri itu! Sebagian dari mereka menerima perlakuan buruk, dicambuk dan disisksa dengan berbagai cara! De facto itu tanpa diimbangi upaya memadai menegakkan rasa harga diri, harkat dan martabat warga kita oleh pemerintah yang berkewajiban melindungi warga negaranya, jadi wajar membuat orang kaya baru tetangga kita jadi makin lebih kementhus!"

"Jangankan perlindungan dan penegakan harkat-martabat warga yang jauh dari pandangan mata penguasa! Bahkan yang ada di depan mata pun, seperti pedagang kaki lima di seantero negeri, malah jadi bulan-bulanan kiprah kekerasan Polisi Pamong Praja!" timpal Amir. "Kemiskinan makin dalam, ditandai dengan gizi buruk membeludak, juga pengangguran kian masif, kalangan elitenya malah terlena oleh nikmat korupsi--dalam arti luas! Semua itu memperkuat persepsi kelemahan Indonesia pada warga sendiri, sejajar persepsi tetangga!"

"Maka itu, dari sisi lain sebenarnya kita layak bersyukur dengan keangkuhan Malaysia! Betapa keangkuhan itu, lebih-lebih dalam kasus Ambalat, telah menyulut rasa harga diri kita sebagai bangsa bermartabat! Kita merasa tidak pada tempatnya selalu dilecehkan tetangga!" tegas Umar. "Tugas para pemimpin memaknai kebangkitan rasa harga diri itu menjadi sebuah momentum membangun karakter bangsa! Mulai karakter tidak korup, sampai karakter mumpuni--menuntaskan setiap tanggung jawab secara profesional--sesuai dengan acuan proses mencapai peradaban maju!" ***

1 komentar:

12 Juni 2009 pukul 08.31 darmantokasan mengatakan...

ANTARA SATPOL PP DAN PEDAGANG KAKI LIMA

Menanggapi BURAS (Lampost, 9 Juni 2009) tentang berita Malaysia, saya tidak setuju mengenai masalah tersebut dikaitkan dengan masalah satpol pp dan pedagang kaki lima. Masalah ini tidak ada kaitannya bung!!!

Masalah ketertiban memang tetap harus ditegakan. Kalau tidak ada satpol PP apa jadinya Negara ini!! Mungkin tidak ada jalan untuk orang lewat karena semua jalan ditutup untuk berdagang, Tidak ada rumah sakit, tempat sekolah dll. Karena semua tempat di penuhi para pedagang. Apa itu benar menurut pandangan saudara???

Pada dasarnya semua orang boleh berusaha mencari rezeki, tapi harus tetap memenuhi norma-norma yang berlaku. Misalnya ditetapkan kawasan kakilima dan lokasinya harus jauh dari pedagang yang mempunyai ruko (karena beban sewa rukopun mahal) sementara pedagang kakilima hampir tidak mengeluarkan banyak biaya untuk sewa.

Mengenai pembelinya kita serahkan kepada konsumen yang bijak memilihnya .mau pergi makan dan belanja didaerah kakilima ataupun memilh tempat yang lebih elegan di ruko/mall/supermarket.

Maka terjadilah persaingan usaha yang sehat. Kitapun harus berterimakasih kepada para pengusaha karena bisa membantu membuka lapangan kerja. Jadi kita jangan maunya menang sendiri!! Pandanglah setiap masalah dengan kacamata yang benar!!!

Kalau cara berusaha dan hidup kita teratur dan tertib maka kenyaman dan keindahan kota menjadi milik kita bersama. Tapi kalau tidak teratur maka budaya premanisme yang membuat semua lapisan masyarakat menjadi ketakutan dan jauh dari kenyamanan.
Jangan karena alasan HAM maka terjadi kebebasan dalam segala hal tanpa ketertiban! Padahal HAM juga mengatur norma-norma kehidupan yang bertujuan untuk membebaskan setiap orang dari ketakutan antara sekelompok orang dan kelompok lainnya. HAM diperuntukan untuk kita semua (kakilima, para pengusaha, parakonsumen, pengguna jalan raya, dan para pengguna tempat-tempat fasilitas umum seperti: Rumah sakit dan sekolahan.

Wasalam: darmantokasan@yahoo.com