"DI negeri neoliberal, yang wajib menjalankan pasar bebas sehingga segalanya dikomersialkan dan harus siap bersaing dengan pemain asing tanpa kecuali bidang kesehatan (dan pendidikan), tarif kamar dan fasilitas rumah sakit (RS) ada yang lebih mahal dari tarif hotel bintang lima!" ujar Umar. "Bedanya, jika di kamar hotel selalu tersedia formulir keluhan atau kesan konsumen, lengkap dengan amplop tertutup ke alamat management dan kotak tempat memasukkannya di resepsionis, di rumah sakit dengan label internasional pun bisa malah sebaliknya! Seorang pasien yang mengeluh, seperti dialami Prita Mulyasari di Tangerang, justru teraniaya dijebloskan ke bui dengan ancaman hukuman berat!"
"Pada berkas P-21 dari kepolisian sebenarnya tuduhan hanya pencemaran nama baik! Setelah di kejaksaan rupanya ditambah dengan Pasal 27 UU No. 11/2008 dengan ancaman hukuman 6 tahun dan denda Rp1 miliar!" sambut Amir. "Meski demikian, bukan berarti polisi juga telah melaksanakan tugasnya dengan baik! Selaku pengayom masyarakat--ini tugas terpenting polisi--ketika ada pengaduan tentang pencederaan hak warga oleh warga lainnya, tindakan pertama kepolisian seharusnya mencari tahu apakah warga yang diadukan itu punya hak untuk melakukan perbuatan itu! Artinya, apakah dengan perbuatan itu ia telah melanggar hukum! Dan Prita selaku konsumen, punya seperangkat hak dalam UU Perlindungan Konsumen yang juga harus menjadi bagian tugas polisi melindungi masyarakat!"
"Tepat sekali!" timpal Umar. "UU Perlindungan Konsumen menetapkan setiap
konsumen berhak memperoleh informasi yang cukup atas produk maupun layanan yang dibayarnya! Bahkan dalam UU Kesehatan, pasien berhak diberi informasi tentang penyakit, obat maupun layanan yang diberikan RS! Hak-hak konsumen dan hak-hak pasien itulah yang tak didapatkan Prita dari dokter, perawat, dan manajemen RS sehingga ia keluhkan dalam e-mail pribadinya! Lebih jauh lagi, keluhan yang dilakukan Prita itu, bahkan klaim untuk rehabilitasi atas kerugian konsumen oleh kesalahan produk dan layanan juga merupakan hak konsumen!""Pada berkas P-21 dari kepolisian sebenarnya tuduhan hanya pencemaran nama baik! Setelah di kejaksaan rupanya ditambah dengan Pasal 27 UU No. 11/2008 dengan ancaman hukuman 6 tahun dan denda Rp1 miliar!" sambut Amir. "Meski demikian, bukan berarti polisi juga telah melaksanakan tugasnya dengan baik! Selaku pengayom masyarakat--ini tugas terpenting polisi--ketika ada pengaduan tentang pencederaan hak warga oleh warga lainnya, tindakan pertama kepolisian seharusnya mencari tahu apakah warga yang diadukan itu punya hak untuk melakukan perbuatan itu! Artinya, apakah dengan perbuatan itu ia telah melanggar hukum! Dan Prita selaku konsumen, punya seperangkat hak dalam UU Perlindungan Konsumen yang juga harus menjadi bagian tugas polisi melindungi masyarakat!"
"Tepat sekali!" timpal Umar. "UU Perlindungan Konsumen menetapkan setiap
"Maka itu, jika hukum dijalankan dengan benar dan komprehensif, tidak secuil-secuil sekenanya saja, Prita justru bertindak di atas hak-haknya yang sah menurut hukum sehingga harus dilindungi aparat negara yang berkewajiban mengayomi setiap warga negara!" tegas Amir. "Apalagi kejaksaaan, tugasnya digambarkan dengan lambang timbangan, seharusnya menimbang secara adil antara perbuatan dan pasal-pasal yang diterapkan dalam tuntutan! Soalnya, dalam kasus Prita rakyat sedih melihat wajah Jaksa Agung memelas ketika menyatakan sesuai dengan hasil eksaminasi Kejaksaan Agung, pelaksanaan tugas jaksa tidak profesional!"***
0 komentar:
Posting Komentar