"MENIKAHI pangeran Kelantan, Manohara itu putri dari kesultanan mana?" tanya Tina.
"Kayaknya dia bukan bangsawan!" jawab tante. "Ibu warga biasa dari Indonesia, ayah Prancis!"
"Kalau begitu perkawinannya dengan pangeran itu seperti kisah Cinderela--seorang gadis biasa yang ngenger di rumah bangsawan memikat hati pangeran!" sambut Tina. "Kenapa kisah Cinderela berubah jadi cerita nestapa begitu? Konon lagi pangerannya putra mahkota, ketika naik takhta nanti Manohara akan jadi permaisuri! Seharusnya kisah bahagia yang menyelimutinya!"
"Kita tidak tahu sejati ceritanya bagaimana! Tapi gambaran tentang seorang pangeran brutal dari negeri lemah-lembut, terkesan kontroversial!" tegas tante. "Juga kita tidak tahu adat tradisi kerajaannya! Misalnya, apakah bisa perempuan biasa dijadikan permaisuri ketika putra mahkota naik takhta? Ada kerajaan berpantang untuk itu!"
"Kalau di kerajaan itu adatnya begitu, kasihan deh Manohara yang orang biasa!" tukas Tina. "Meski dinikahi duluan, statusnya cuma boleh sebatas selir--yang memang bebas diperlakukan sesuka-suka keluarga raja! Menuntut hak-hak istimewa, malah jadi tertawaan kaum bangsawan sana!"
"Seandai latar belakangnya demikian, kisah Cinderela itu berubah jadi Cindelaras, konflik selir yang mendamba status permaisuri!" tukas tante. "Apa pun dia lakukan, si selir tetap menjadi tokoh antagonis--si jahat--sampai akhir cerita!"
"Tapi Manohara kan bukan selir!" entak Tina.
"Memang, Manohara bukan selir!" tegas tante. "Tetapi, dari tuturan pengalaman pahit Manohara sendiri, dia juga tidak diperlakukan selayak putri yang dipersiapkan sebagai permaisuri! Dalam tradisi bangsawan di kerajaan tertentu, perlakuan terhadap Manohara itu justru on the track!"
"Apa warga biasa Malaysia tidak protes pada sikap kaum bangsawannya seperti itu?" kejar Tina.
"Kerajaan dan segala tradisinya merupakan konvensi, dilindungi konstitusi negaranya--yang berbentuk monarki parlementer!" tegas tante. "Itu salah satu latar belakang ISA--Internal Security Act--di negara itu, dengan orientasi menjaga kemapanan kaum bangsawan, siapa pun yang dicurigai mengancam kemapanan sistem itu, boleh dipenjara tanpa proses peradilan!"
"Ngeri banget aturannya!" entak Tina.
"Kayaknya dia bukan bangsawan!" jawab tante. "Ibu warga biasa dari Indonesia, ayah Prancis!"
"Kalau begitu perkawinannya dengan pangeran itu seperti kisah Cinderela--seorang gadis biasa yang ngenger di rumah bangsawan memikat hati pangeran!" sambut Tina. "Kenapa kisah Cinderela berubah jadi cerita nestapa begitu? Konon lagi pangerannya putra mahkota, ketika naik takhta nanti Manohara akan jadi permaisuri! Seharusnya kisah bahagia yang menyelimutinya!"
"Kita tidak tahu sejati ceritanya bagaimana! Tapi gambaran tentang seorang pangeran brutal dari negeri lemah-lembut, terkesan kontroversial!" tegas tante. "Juga kita tidak tahu adat tradisi kerajaannya! Misalnya, apakah bisa perempuan biasa dijadikan permaisuri ketika putra mahkota naik takhta? Ada kerajaan berpantang untuk itu!"
"Kalau di kerajaan itu adatnya begitu, kasihan deh Manohara yang orang biasa!" tukas Tina. "Meski dinikahi duluan, statusnya cuma boleh sebatas selir--yang memang bebas diperlakukan sesuka-suka keluarga raja! Menuntut hak-hak istimewa, malah jadi tertawaan kaum bangsawan sana!"
"Seandai latar belakangnya demikian, kisah Cinderela itu berubah jadi Cindelaras, konflik selir yang mendamba status permaisuri!" tukas tante. "Apa pun dia lakukan, si selir tetap menjadi tokoh antagonis--si jahat--sampai akhir cerita!"
"Tapi Manohara kan bukan selir!" entak Tina.
"Memang, Manohara bukan selir!" tegas tante. "Tetapi, dari tuturan pengalaman pahit Manohara sendiri, dia juga tidak diperlakukan selayak putri yang dipersiapkan sebagai permaisuri! Dalam tradisi bangsawan di kerajaan tertentu, perlakuan terhadap Manohara itu justru on the track!"
"Apa warga biasa Malaysia tidak protes pada sikap kaum bangsawannya seperti itu?" kejar Tina.
"Kerajaan dan segala tradisinya merupakan konvensi, dilindungi konstitusi negaranya--yang berbentuk monarki parlementer!" tegas tante. "Itu salah satu latar belakang ISA--Internal Security Act--di negara itu, dengan orientasi menjaga kemapanan kaum bangsawan, siapa pun yang dicurigai mengancam kemapanan sistem itu, boleh dipenjara tanpa proses peradilan!"
"Ngeri banget aturannya!" entak Tina.
"Begitulah!" tegas tente. "Kita yang terbiasa hidup di negeri egaliter, semua orang sederajat, merasa tidak adil atas perlakuan semena-mena seorang bangsawan terhadap warga kita! Padahal dalam tradisi mereka, perlakuan itu justru merupakan yang seharusnya!"
"Kalau begitu perlawanan hukum Manohara bisa sia-sia!" timpal Tina. "Kasihan dia, seperti ikan sungai dimasukkan ke laut, tak tahan dengan rasa asinnya--padahal justru itu ciri khasnya!" ***
0 komentar:
Posting Komentar