“Bagaimana warga desa bisa tahu?” timpal suami.
“Mereka kan sudah main internet lewat hape!” jawab istri. “Pakai Facebook, malahan! Informasi
yang penting bagi mereka lebih cepat diketahui!”
“Facebook itu yang pesat menghabiskan pulsa!” sambut suami. “Tolong kirim kartu pulsa lewat ojek, kutunggu di warung Tegal Sari! Kalau pulsa elektronik bisa kuisi sendiri lewat phone banking! Saldo setoran kemarin belum kau pakai, kan?”
“Belum! Pakai saja saldo kemarin!” jawab istri.
Seorang relawan sosial asal kota yang duduk di warung semeja dengan penjaja geleng kepala mendengar pembicaraan telepon penjaja itu.
“Pandangan orang kota tentang warga desa sudah jauh tertinggal dari pesatnya realitas perubahan sosial di desa!” tukas relawan. “Di kota besar sekalipun, masih terbatas kelas sosial tertentu yang menggunakan phone banking! Sedang kalian cuma penjaja keliling desa, sudah memakainya bahkan untuk transaksi bisnis!”
“Remaja desa usia SMP sekarang sudah main Facebook atau game online!” timpal penjaja. “Bukan hal asing lagi kalau bapak, ibu, dan anak serumah saling asyik main Facebook dengan kelompok masing-masing! Televisi mulai kalah, mungkin karena
“Itu gejala titik balik, warga desa kembali ke komunikasi personal setelah sedemikian lama dicekoki sepihak oleh determinasi media massa dalam era broadcasting!” tegas relawan. “Gejala yang dipicu pulsa jajaan Anda itu memberi isyarat, perubahan sistem komunikasi skala global dari broadcasting (satu pemancar mendikte jutaan customer) ke sistem broadband (jutaan situs atau pemancar melayani seorang customer) juga telah mencapai desa! Namun, di sini ada kelebihan signifikan, warga memanfaatkan sistem baru ini dengan komunikasi sosial, yang membuat para aktor perubahan ini bisa menemukan kelompok sosial sealiran pikiran, hobi, sampai selera musik!”
“Itu kemajuan atau kemunduran?” kejar penjaja.
“Kemajuan penting dalam penemuan kembali jati diri setiap warga, setelah digebyah-uyah sekadar sebagai massa yang seragam di era broadcast!” tegas relawan. “Konsekuensinya secara politik juga nanti tak kepalang! Warga yang tambah kritis tak mudah lagi diklaim sebagai pendukung politisi tertentu! Sebaliknya, justru politisi atau penguasa harus memberi bukti melayani kepentingan rakyat, baru bisa mendapat dukungan! Jadi, politisi yang lebih sibuk mengurusi kepentingan dirinya, segera terpental keluar dari hati rakyat!”