MAHASISWA baru di Jepang heran, di kulkas apartemen teman ia temukan beton (biji nangka) rebus dan dekeman (kedelai rebus) dalam kemasan plastik bertulisan huruf Jepang!
"Di mana kau dapat makanan kelangenan Indonesia ini?" tanya mahasiswa.
"Banyak di supermarket sini!" jawab temannya. "Aneh memang, di negeri kita beton rebus tak ada dijual, hanya makanan iseng rumahan! Sedang dekeman, hanya dijual jika ada tontonan di desa! Sedang di sini, dikemas dengan jaminan tanpa pengawet dan dijual di supermarket!"
"Padahal di kampung, beton rebus lewat sehari berlendir!" ujar mahasiswa. "Juga dekeman!"
"Beton rebus sini sebelum dikemas dioven, meski tetap lembap tidak berlendir! Selain itu plastik kemasan relatif tebal, menjaga keawetannya!" timpal teman. "Juga dekeman, direbus tanpa mengubah warna asli hijau segar kulit kedelai, dipajang dalam kotak berpendingin!"
"Faktor teknis proses produksi dan pemasarannya itu yang membuat beton lebih banyak dibuang di negeri kita, sedang Jepang entah dapat beton dari mana, malah menjadikannya komoditas menarik!" tegas mahasiswa. "Tapi itu layak jadi pelajaran bagi kita, benda yang dibuang sebagai sampah di negeri kita, seharusnya dimanfaatkan sebaik-baiknya, syukur bisa jadi duit! Bayangkan, Jepang yang menguasai dunia dengan produksi mobil dan elektroniknya, masih melakukan hal-hal yang kita anggap sepele! Artinya, untuk meningkatkan kemakmuran rakyat kita harus bisa daya gunakan secara simultan dari hal-hal yang sangat canggih sampai yang sepele!"
"Kontras dengan negeri kita yang mayoritas rakyat masih miskin! Di sisi canggih kita kalah, di sisi sepele tak kelola dengan baik!" timpal teman. "Salah satu sebabnya, sistem pendidikan kita terlalu sentralistis dan berorientasi status quo--melestarikan nilai-nilai orang tua pada anak secara instruktif dan doktriner! Semangat mencari nilai-bilai baru--sebagai inventor (penemu)--tak dapat penekanan! Di Jepang, pelestarian nilai taken for granted diperoleh dari masyarakatnya, sedang pencarian nilai-nilai baru diprioritaskan, khususnya inventor! Sejak SD anak berkompetisi mencari temuan baru, yang berhasil mendapat perhatian lewat jalur khusus!"
"Terbalik, Jepang yang negeri kerajaan rakyatnya malah berorientasi pada pencarian nilai secara bebas, sedang negeri kita yang republik rakyatnya justru berorientasi feodalistik, berburu kehidupan mapan!" tukas mahasiswa. "Akibatnya, anak-anak kita cuma mimpi jadi pegawai negeri yang mapan dengan jaminan pensiun, atau pekerjaan yang bisa hidup enak tanpa kerja keras seperti politisi! Orientasi sedemikian membuat anak justru taken for granted pada gaya hidup status quo--tak kuat dorongan untuk mencari sendiri nilai-nilai baru, apalagi temuan baru! Tanpa mencari, tentu tak mendapat apa pun! Coba semua mencari!" ***
Kata Kunci
Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani
Sabtu, 09 Januari 2010
Makan 'Beton' dan 'Dekeman' Jepang!
Langganan:
Posting Komentar
0 komentar:
Posting Komentar