Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Disiplin Juragan Topeng Monyet!

"SARIMIN pergi ke sawah!" seru pengamen topeng monyet sambil menabuh drum, monyetnya segera memakai capil dan memanggul cangkul kecil lalu berjalan keliling di depan penonton. Tak lama kemudian ganti sesi, "Sarimin pergi ke pasar!"

Menjelang petang pengamen pulang, genderang di tangan kiri dan monyet duduk di bahunya, tangan kanannya menenteng sekantong plastik jagung segar masih dengan kelobotnya.

"Juragan topeng monyet pulang!" sambut istrinya mengambil bawaan dari tangan suaminya. "Lupa pesanku pagi tadi? Beras kita habis! Yang dibawa malah makanan monyet melulu!"

"Beras kan bisa dibeli di warung depan!" jawab suami. "Sedang untuk dia cuma ada di pasar!"

"Untuk dia! Bilang untuk monyet kenapa?" entak istri. "Jangan keterlaluan, lebih mengutamakan kepentingan monyet daripada anak-istrinya! Anaknya jarang pernah makan buah, tapi untuk monyet, tak pernah lupa membelikannya!"

"Karena dialah aktornya, yang seharian berakting mencari duit buat penghidupan keluarga kita!" jelas suami. "Sedang aku cuma panjak, penabuh genderang mengiringi aktingnya! Tentu saja, sekaligus bendahara, mengurus uang hasilnya! Karena itu, aku harus disiplin agar usaha ini bisa berjalan lancar dari hari ke hari!"

"Tapi tetap kau pemimpinnya! Sedang monyet itu anak wayang, anak buah!" tegas istri.

"Tirulah para pemimpin, anak buah yang harus disiplin pada pimpinan, bukan sebaliknya!"

"Disiplin anak buah itu tak bisa dilepaskan dari disiplin pemimpinnya, terutama dalam memenuhi kebutuhan dasarnya!" tegas suami. "Kalau anak buah ditelantarkan, seperti dia, sekalipun cuma monyet, kalau sampai

kurang makan dan sakit, tak bisa ngamen! Apalagi anak buah itu manusia, selain kebutuhan fisik dasar, rasa harga dirinya juga perlu dihormati! Semakin tinggi status anak buah, semakin tinggi pula rasa harga dirinya! Kalau harga dirinya ditelantarkan, meski jenderal bisa menjadi tak disiplin!"

"Juragan topeng monyet saja bicara soal disiplin jenderal yang ditelantarkan!" sergah istri. "Kalau begitu, sampai tak disiplinnya jenderal itu berarti tak terlepas dari kurang disiplinnya atasan pada kewajibannya, sehingga anak buahnya merasa ditelantarkan, terutama harga dirinya?"

"Kalau tidak merasa harga dirinya ditelantarkan, apa mungkin dia melanggar disiplin?" tukas suami. "Jadi, hukum kausalitas--sebab-akibat--tak bisa dikesampingkan! Misalnya, kutelantarkan si monyet sehingga sakit dan tak bisa ngamen, siapa yang salah? Tentu saja aku yang salah, mana bisa si monyet selaku objek penderita disalahkan!"

"Begitu?" sambut istri. "Tapi aku bangga, meski cuma juragan topeng monyet, suamiku berani menyalahkan jenderal, atasan jenderal lain yang dipreteli fasilitasnya karena dinilai tak disiplin!" ***

0 komentar: