Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Konspirasi ala Kesepakatan Bogor!


"PARA pemimpin lembaga tinggi negara sepakat untuk tidak saling menjatuhkan! Sesuai tempat pertemuan, komitmen itu disebut Kesepakatan Bogor!" ujar Umar. "Para pemimpin memahami sistem presidensial, pemakzulan presiden dan wakil presiden diatur jelas pada Pasal 7 UUD 1945. Untuk itu, Presiden meminta lembaga-lembaga tinggi negara saling bersinergi, melengkapi, dan mengawasi dengan check and balances, bukan saling menjatuhkan atau saling mengintip!"

"Kesepakatan itu secara eksplisit amat baik untuk menciptakan ketenangan kerja para pemimpin!" timpal Amir. "Namun secara implisit, kesepakatan itu bisa menjadi konspirasi! Karena, kesepakatan itu membuat proses check and balances menutup mata pada kesalahan, yang besar dikecilkan, setelah kecil dianggap tak ada! Ungkapan tradisionalnya, jatuh di mata dipicingkan, di perut dikempiskan!"

"Dengan begitu sebenarnya kesepakatan seperti itu tak perlu, karena jika para pemimpin lembaga tinggi negara menjalankan kewenangan dan tanggung jawab sesuai konstitusi, sistem ketatanegaraan berjalan seirama, kompak, dan terpadu--ideal!" tegas Umar. "Justru dengan adanya kesepakatan berbau konspirasi itu, jalan sistem ketatanegaraan bisa kurang sempurna karena kesalahan yang mungkin terjadi di antara gir-gir roda sistemnya tidak segera diperbaiki, tapi dibiarkan bahkan ditutup-tutupi!"



"Begitulah!" timpal Amir. "Akibat pembiaran atau permisif itu, kesalahan kecil bisa membesar, lalu fatal! Orde Baru jatuh oleh permisifisme sistemik, semua kesalahan di semua lembaga tinggi negara dibiarkan dan ditutupi, dengan akibat sistemnya mengalami proses pembusukan--systemic decay! Bedanya, konspirasi era Orde Baru itu dilakukan diam-diam bahkan secara rahasia, kini konspirasi dilakukan secara terbuka dan terang-terangan!"

"Itu risiko era keterbukaan!" tegas Umar. "Juga momennya jadi mudah dibaca, seiring dengan menguatnya pengaitan tanggung jawab Presiden SBY dengan skandal Bank Century oleh Pansus DPR! Itu sejalan hierarki kewenangan Sri Mulyani selaku pembantu presiden, hingga secara prinsip tanggung jawab setiap tindakan sang pembantu secara konstitusional tak terlepas dari presiden!"

"Pengalaman pemakzulan presiden di negeri kita layak membuat Presdien SBY gundah! Apalagi, kaitan tanggung jawab menteri pada presiden bersifat lebih formal, ketimbang tanggung jawab tukang pijat dengan presiden yang terjadi dalam pemakzulan Gus Dur!" timpal Amir. "Bertolak dari pengalaman itu, Kesepakatan Bogor amat tepat, karena kasus pemakzulan Gus Dur yang bermula dari kasus tukang pijat mengambil uang dari Bulog Rp1,2 miliar itu berproses di DPR dan MPR, lalu dilegitimasi Ketua MA! Dengan Kesepakatan Bogor mengikat para pemimpin lembaga tinggi negara untuk tidak saling menjatuhkan, jabatan presiden aman dari ancaman pemakzulan!" n

0 komentar: