UNJUK sukses di kota, cucu membawa kakeknya yang datang dari desa ke lapangan golf.
"Ini tempat orang-orang sukses!" jelas cucu. "Aku dulu kakek ajari mengayun sabit membabat rumput, sekarang mengayun stik memukul bola!"
Kakek terangguk, memandang lapangan luas yang hijau, dipagari pepohonan tinggi di kiri-kanannya. Sambil ikut cucu jalan bersama kawan mainnya, ia pun banyak bertanya tentang golf, tentang orang-orang yang membawakan tongkat golf mereka!
Di jalan pulang cucu tanya, "Apa kesan kakek?"
"Bagus!" jawab kakek. "Itu olahraga sempurna! Jalan sampai tiga jam lebih, memukul bola pakai tenaga, menghirup udara segar! Cuma..."
"Cuma apa?" kejar cucu.
"Itu pepohonan di kiri-kanan sepanjang lapangan kenapa ditanam albasia atau cemara yang tidak berbuah?" ujar kakek. "Tadi kakek bayangkan, jika itu ditanami petai, melinjo, durian dan lainnya yang juga bisa menjulang setinggi itu, pasti hasilnya menambah perolehan sewa lapangan!"
"Kakek kuno, kampungan!" entak cucu. "Golf itu permainan kelas dunia, lapangannya juga harus berstandar internasional!"
"Masak pohonnya saja tak boleh di-Indonesia-kan? Yang bener aja!" timpal kakek. "Coba kalau itu tanaman kebun, hasilnya separuh untuk yayasan pengelola lapangan, separuhnya lagi bisa untuk kesejahteraan para kedi yang sekaligus diberi tugas menjaga, merawat, dan memanen hasilnya, kesejahteraan ratusan kedi bisa ditingkatkan!"
"Jadi kakek tadi dalam benak me-replanting--menanam ulang--pepohonan di lapangan golf, sekalian perhitungan ekonomisnya?" tanya cucu. "Tapi ada standar bentangan lebar pohonnya!"
"Lebar bentangan pohon bisa diatur!" tegas kakek. "Pokoknya semua aturan permainan tetap, pohonnya saja yang di-Indonesia-kan! Sekaligus sebagai contoh pembumian budaya dunia di negeri ini sehingga modernisasi bukan semata-mata westernisasi, melainkan juga mentahbiskan piranti lokal ke dalam proses modernisasi! Dengan begitu, di tengah kemajuan yang dicapai kita tetap merasa hidup di bumi Indonesia yang amat kita cintai! Berani mengajukan gagasanku?"
"Ogah, ah!" jawab cucu. "Ntar jadi tertawaan!"
"Kalau kalangan suksesnya--atau istilah televisi elitenya--saja tak berani meng-Indonesia-kan lingkungannya, sehingga simbol-simbol sukses dan kemajuan cuma yang serbawesternisasi, saat kemajuan tercapai bangsa ini kehilangan identitas atau jati dirinya!" tegas kakek. "Sampai di situ, secara budaya dengan semua subsistemnya--tanpa kecuali politik dan ekonomi--bangsa kita kembali terjajah! Penjajahan budaya, lebih merasuk ke sumsum sendi-sendi kehidupan!"
"Kakek repot jati diri melulu!" entak cucu. "Kakek lihat sendiri, tradisi feodal mampu bertahan dan menyatu dengan politik dan ekonomi liberal! Budaya dunia tak kenal batas negara, Kek!"
Kata Kunci
Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani
Sabtu, 02 Januari 2010
Kakek 'Replanting' Lapangan Golf!
Langganan:
Posting Komentar
0 komentar:
Posting Komentar