SAAT Temon dan Temin duduk di tepi jalan desa mengamati sapinya merumput, dua pengendara sepeda yang lewat turun. "Nderek langkung!" ujar salah seorang minta izin "numpang lewat" sambil membungkukkan tubuh, tangan kanan di setang sepeda, tangan kiri lurus ke bawah sampai hampir menyentuh tanah!
"Mungkin karena demikian santunnya kehidupan sehari-hari masyarakat kita, saya sering tak tahan dari rasa ngeri sehingga mematikan televisi saat anggota Pansus Skandal Bank Century di DPR menghardik dengan pertanyaan bernada keras pejabat tinggi negara yang mereka undang!" ujar Temon. "Setiap kali nonton siaran langsung acara itu, saya masgul seperti menyaksikan itu di negeri yang etiket peradaban politiknya belum maju!"
"Aku bahkan pernah tersedak air yang kuminum saat pertanyaan anggota Pansus menghentak ke arah Boediono!" timpal Temin. "Masalahnya, dia diundang ke DPR--sebuah lembaga terhormat! Meski diundang sebagai mantan Gubernur BI, Boediono secara formal kan Wakil Presiden, dwitunggal pemimpin bangsa berstatus lambang negara! Sayang DPR-nya kan, kalau sampai berubah jadi sekadar ruang interogasi?"
"Agaknya karena mendapat panggung istimewa, disiarkan langsung televisi berhari-hari, para anggota Pansus unjuk kebolehan kepada publik dengan bermain akrobat debus politik! Debus, atraksi yang membuat penonton merasa ngeri!" tukas Temon. "Padahal, yang diinginkan rakyat bukan hardikan keras, tapi cara kerja yang efektif hingga produktif mencapai tujuan pembentukan Pansus! Sebaliknya dengan gaya keras, selain saat kena hardik orang langsung defensif, penonton bisa jadi kasihan melihat orang yang diperlakukan selayak pesakitan! Akibatnya, simpati penonton bisa berbalik pada sang pesakitan!"
"Simpati warga terhadap orang yang teraniaya bukan hal baru di negeri kita!" sambut Temin. "Kalau sampai hal itu terjadi, bukan saja kerja Pansus kontraproduktif, malah Pansus itu sendiri bisa beralih jadi kelompok antagonis di mata penonton!"
"Bila terjadi sejauh itu, orang yang semula diincar Pansus sebagai antagonis, malah berubah jadi protagonis--bahkan pahlawan!" ujar Temon. "Jangan diremehkan, gelagat ke sana ada, bukan mustahil! Sehingga, kalau para anggota Pansus tak menyadarinya karena asyik berakrobat debus politik, mereka bisa sampai ke point of no return--titik tak ada jalan kembali--tugas Pansus mencari tokoh antagonis, yang ditemukan justru para pahlawan! Sedang yang akhirnya jadi antagonis justru mereka sendiri--akibat gagal menyingkap skandal Bank Century--hasilnya justru the golden way Bank Century!"
"Itu jika permainan akrobat debus politik terus berlanjut!" timpal Temin. "Akhir ngeri riwayat Pansus seperti itu tentu saja harus dihindari!" ***
0 komentar:
Posting Komentar