Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Busyro Titisan atau Utusan Dewa Mana?

"BUSYRO yang terpilih jadi ketua KPK itu titisan atau utusan dewa mana?" kakek tanya Ki Bedul, sejawat yang dianggap punya indra keenam.

"Dilihat dari sikap tegas dalam prinsip, tak kenal kompromi dalam penegakan hukum, tapi lembut dalam cara bertindaknya, tak lain lagi kaitannya, Batara Bayu!" jawab Ki Bedul. "Kelebihan Bayu, selincah dan segesit apa pun lelembut—makhluk halus—

bergerak, meski tak terlihat secara kasatmata, tetap bisa dia antisipasi! Koruptor itu sejenis lelembut, bekerja licin tanpa menyisakan bukti-bukti fisik yang terlihat kasatmata!"

"Kelemahannya apa?" kejar kakek.

"Pada wanita!" jawab Ki Bedul. "Ia enggan untuk membelainya! Maka itu, banyak wanita membawa kipas guna mengatasi keengganan Bayu itu!"


"Gawat juga itu!" entak kakek. "Karena titik nadir pelemahan KPK justru saat ketanggor wanita! Meski sudah banyak anggota DPR dihukum dua sampai empat tahun penjara karena terbukti menerima cek perjalanan bersumber dari wanita bernama Nunun, sampai kini belum sekali pun KPK berhasil menghadirkan Nunun untuk diperiksa!"

"Ketika menghadapi hal seperti itulah diperlukan ketegasan!" timpal Ki Bedul. "Bukan harus Bayu sendiri yang menangani, dia cukup perintahkan jajarannya untuk melaksanakan prosedur dengan semestinya! Di situ kunci masalah KPK, yang cuma punya lima komisioner harus menangani korupsi di seantero negeri! Jika harus komisioner sendiri langsung menanganinya, cuma berapa kasus bisa selesai per tahun? Untuk itu, komisioner lebih tepat sebagai dirigen yang menggerakkan semua divisi KPK bersimfoni! Dengan itu pemberantasan korupsi bisa bergerak lebih cepat!"

"Gemuruh simfoni itu pula membuat terpaan Bayu ke sarang lelembut koruptor semakin terasa menggentarkan!" tegas kakek. "Tapi apa cukup sebatas gentar, tak harus ada power lain yang bisa membuat lelembut lebih ketakutan dan menghentikan korupsinya?"

"Power dari kekuasaan pamungkas justru amat diperlukan"" timpal Ki Bedul. "Itu dari Yudistira, Raja Amarta, selaku pemegang pusaka Layang Kalimusodo—simbolisasi konstitusi! Jika Yudistira gunakan kekuasaan penuh amanat Kalimusodo bersistem presidensial selaku penguasa eksekutif tertinggi, tanpa injak rem dengan enggan intervensi ini-itu, suhu pemberantasan korupsi akan benar-benar 'in'! Dalam suhu seperti itu, Bayu cs. bisa lebih mudah meringkus lelembut koruptor dari sarangnya!"

"Masalahnya itu," sela kakek, "Yudistira cenderung injak rem justru di setiap jalan pendakian!" ***

0 komentar: