"PELAYANAN publik sebagai tugas aparat negara/pemerintah melayani rakyat, diakui merupakan hal baru bagi kita yang berlatar sejarah kerajaan feodal dan penjajah, di mana bukan aparat yang melayani rakyat tapi rakyat yang wajib melayani para tuan di pemerintahan!" ujar Umar. "Karena itu, kalau pelaksanaan pelayanan publik di daerah kita kurang memadai, diharap maklum saja!"
"Tapi excuse begitu tak mendidik! Apalagi dalam ngelelet tak memperbaiki pelayanan publik itu demi memanfaatkan kelemahan yang ada untuk keuntungan pribadi pengelolanya!" timpal Amir. "Tak mendidik, karena pelayanan publik budaya mutakhir yang negara-negara maju saja tak henti melatih pegawainya agar tak tertinggal zaman! Negara-negara Eropa misal, meski telah memiliki standar nilai pelayanan publik tinggi—
integrity, accountability, fairness, equity—tetap kerja sama dengan OECD untuk melakukan training teratur dikelola konsultan strategi manajemen terkemuka dunia, Sigma!" (www.oecd.org/puma/sigmaweb)
"Sudah mencapai standar nilai tinggi buat apa repot training terus?" kejar Umar.
"Dalam prakata Sigma untuk laporan program itu dinyatakan, 'Large international enterprises spend a significant share of their budgets on staff training. Training in the public sector should be just as important as training in the private sector. If not, the public sector may be unable to carry out its tasks efficiently and effectively, thus hindering it from properly serving the citizens and the economy," jawab Amir. "Artinya, 'Perusahaan-perusahaan raksasa dunia membelanjakan suatu jumlah penting anggaran mereka untuk training staf. Training di sektor publik haruslah sepenting training di sektor swasta. Jika tidak, sektor publik mungkin tak mampu menangani tugas-tugasnya secara efisien dan efektif, hingga membuatnya tak bisa melayani dengan sempurna warga negara dan ekonomi."
"Huahaha..! Kita sudah kena, ditelan mentah oleh perusahaan-perusahaan raksasa dunia itu!" Umar terbahak. "Akibat para pejabat kita yang melayani tak terlatih sebanding dengan mereka, dalam bagi hasil kita yang punya gunung emas cuma dapat di bawah 10%, sedang mereka yang tinggal mengeruk dapat lebih 90%!"
"Itu contoh telak pelayanan publik adalah budaya mutakhir!" tegas Amir. "Tertinggal dari lajunya bukan saja rakyat jadi korban ketidakefisienan dan ketidakefektifan pelayanan publik, malah negara-bangsa dirugikan cuma jadi penonton perusahaan-perusahaan raksasa dunia pesta pora dengan kekayaan alam negeri kita!"
Kata Kunci
Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani
Kamis, 04 November 2010
Pelayanan Publik, Budaya Mutakhir!
Label:
morak marek,
pelayanan public
Langganan:
Posting Komentar
0 komentar:
Posting Komentar