Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Marie Rasa Gaplek, Kualitas Hidup Kita!


"DISUGUHI Sonto roti Marie tadi aku jadi teringat jajanan 1950-an!" ujar kakek. "Di kemasan tertulis roti Marie, simbol modern beristilah asing dengan standar rasa sebenarnya gandum, saat dimakan terasa gaplek! Begitu kualitas hidup bangsa kita saat baru merdeka dahulu—
Marie rasa gaplek!"

"Kayaknya kualitas hidup Marie rasa gaplek pada bangsa kita sejak zaman itu hingga sekarang belum berubah!" sambut cucu. "Dari panggung nasional kekuasaan politik, hukum, dan sosial-ekonomi meski dikemas modern dengan label demokrasi, secara keseluruhan rasanya masih gaplek banget! Itu terjadi pada seluruh hierarki kekuasaan sampai terbawah, sehingga imbasnya amat dirasakan rakyat seperti buruh—upah mereka dikemas dengan label standar kebutuhan hidup layak (KHL), isinya jauh dari memadai untuk bisa memenuhi kebutuhan hidup layak kaum buruh! Belum lagi nilainya acap tereduksi hasil survei harga yang ditunggangi kepentingan tertentu!"


"Memang! Dengan UMR (upah minimum regional) DKI Jakarta cuma Rp1,29 juta per bulan, di daerah umumnya di bawah Rp1 juta per bulan, hidup layak seperti apa yang bisa dicapai buruh?" tegas kakek. "Tapi itulah standar KHL produk demokrasi yang dituangkan sistem politik, hukum, dan sosial enonomi dari panggung kekuasaan nasional kita! Benar-benar Marie rasa gaplek!"

"Itu berarti, untuk meningkatkan kualitas hidup bangsa yang pertama harus diperbaiki mind set—cara berpikir—para pemimpin di pentas kekuasaan nasional, dengan mengganti isi demokrasi dalam dimensi politik, hukum dan sosial-ekonomi dari gaplek menjadi Marie yang sebenarnya!" timpal Umar. "Celakanya, orientasi kepentingan jangka pendek demi memenangkan pemilu untuk mempertahankan kekuasaan, para pemimpin nasional itu tak hanya beretorika gaplek sebagai Marie, tapi malah mempertahankan gaplek sebagai Marie yang terbaik, lalu menghambat proses pembuatan Marie yang sebenarnya!"

"Tampak, janji perubahan cuma omong kosong, karena gaplek praktek politik, hukum dan sosial-ekonomi nasional yang dipertahankan semakin apek, cermin kehidupan rakyat lapisan terbawah yang kian getir penderitaannya!" tukas kakek. "Lucunya, para pemimpin nasional menegaskan pentingnya mengubah mind set rakyat yang justru sudah punya gambaran ideal demokrasi, diseesuaikan dengan mind set mereka—
para pemimpin—padahal justru mind set para pemimpin itu sendiri yang harus diubah untuk mewujudkan perubahan yang mereka janjikan!" ***

0 komentar: