Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Orientasi Status, Hambatan Kultur Pelayanan Publik!


"BURUKNYA pelayanan publik tak lepas dari faktor kultur aktornya, budaya dominan dan sub-budaya lingkungan kerja—birokrasi pemerintah daerah!" ujar Umar. "Kesadaran dasar aktor berperan jadi pelayan publik belum terbentuk, budaya dominan telah mematangkan orientasinya jadi PNS sebagai tongkrongan status sosial kelas priayi amtenar!"

"Masuk ke subkultur birokrasi pemerintahan yang telanjur keruh oleh budaya koruptif pula! Klop, sang aktor bukan jenis 'makhluk' ideal bagi peran pelayan!" timpal Amir. "Dari ketiga dimensi itulah harus bertolak—aktor, budaya dominan, dan sub-budaya birokrasi pemerintahan daerah—jika ingin memperbaiki pelayanan publik di Provinsi Lampung, setelah Bandar Lampung sebagai barometernya mendapat stigma pelayanan publik terburuk kedua nasional!"


"Orientasi status dan lingkungan kerja koruptif sebagai hambatan kultural mewujudkan birokrasi pemerintahan daerah sebagai pelayan publik, tak mudah dieliminasi!" sambut Umar. "Berbagai usaha dan cara telah dicoba, termasuk resep good governance yang sebenarnya rigid, tapi terlaksana cuma sebatas formalitas! Esensinya yang efektif berjalan tetap begitu-begitu juga! Di lain pihak, paduan orientasi status dan lingkungan kerja koruptif itu klop pula bagi mendukung gaya hidup kelas menengah priayi amtenar yang cenderung konsumtif! Tantangannya jadi lebih berat!"

"Dalam sejarah peradaban, untuk mengubah masyarakat dari budaya yang sudah mapan, perlu hadirnya seorang wali!" tegas Amir. "Artinya, ada seorang pemimpin visioner dengan paradigma baru yang mampu mengujudkannya jadi realitas! Dengan kapasitas wali, berarti sikap dan perilaku pribadinya memikat ditiru, hingga perubahan berjalan simultan pada aktor dan budayanya!"

"Dari mana datangnya pemimpin seperti itu?" sela Umar. "Dalam masyarakat kelas menengah konsumtif dan mayoritas kelas bawah melarat, memilih pemimpin lebih ditentukan oleh paket pemenuhan kebutuhan sesaat, hingga yang selalu diperoleh justru pemimpin produk sistem lama!"

"Dari pengalaman era reformasi, sebelum hadir pemimpin seperti itu untuk skala nasional atau provinsi, kabupaten Jembrana, Sragen, dan Solok terbukti bisa mengujudkan good governance cukup lumayan!" tegas Amir. "Kuncinya pada pemimpin visioner yang mampu mengujudkan paradigma baru itu! Hingga meski ramai eksekutif dan legislatif dari seluruh negeri studi banding ke tiga kabupaten itu, tak satu pun berhasil meniru untuk daerahnya! Karena hambatan kulturalnya melekat pada diri mereka, orientasi aktornya!"

0 komentar: