Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Solidaritas Sosial, Semangat Kurban!


"MASJID Namosain, Kupang, NTT, pada Hari Raya Kurban memotong 12 ekor sapi dan 32 kambing, mereka bagikan kepada panti asuhan dan warga miskin muslim dan nonmuslim yang didata sebelumnya!" ujar Umar. "Menghindari rebutan saat pembagian, seperti acap terjadi di tempat lain yang cenderung memalukan umat, panitia kurban mengantarkan daging kurban ke alamat para penerima!" (Metro TV, 17-11)

"Dibanding di Istiqlal Kamis pagi masih ricuh lagi saat pembagian daging 100 sapi kurban, 12 sapi dan 32 kambing di Kupang tak bisa dikecilkan!" timpal Amir.

"Artinya, contoh baik bisa datang dari arah tak terduga! Contoh baik itu penting bagi tempat yang kesabaran warga miskinnya minim seperti Jakarta dan kota-kota besar lain! Bahkan dari Kupang, selain cara pembagian paling aman, nilai tambah dikembangkan dengan memaknai salah satu dimensi semangat kurban sebagai solidaritas sosial—yang di dalamnya termasuk solidaritas antarumat beragama!"


"Negeri kita memang terlalu lama berkarat dalam pola sentralistik nyaris dalam segala hal sehingga segala sesuatu ukurannya dilihat ke pusat!" tegas Umar. "Seperti dalam pembagian daging kurban, kalau di Istiqlal saja setiap tahun terjadi insiden, ketika di tempat lain terjadi hal serupa dianggap wajar! Akibatnya, setiap Iduladha bangsa ini hanya direpotkan berita kericuhan pembagian daging kurban, hingga makna-makna hakiki yang lebih dalam dan lebih luas dari Hari Raya Kurban malah tak kebagian ruang dan durasi tayang syiarnya!"

"Gejala sentralistis tetap kuat meski desentralisasi diformalkan, terletak pada 'watak penguasa' dari warisan Orde Baru yang hingga kini tak lekang dari kalangan elite pusat secara umum! Dengan itu, mereka merasa paling super, yang datang dari pinggiran senantiasa dipandang rendah!" timpal Amir. "Padahal terbukti, hanya dalam pembagian daging kurban saja kita layak belajar dari Kupang! Juga dalam memaknai semangat kurban dengan solidaritas sosial! Solidaritas, lewat prakteknya di Kupang itu, bisa diartikan dengan sharing—berbagi dalam suka dan duka! Sederhana, mudah diamalkan, tapi sukar dicari contohnya dari politisi nasional yang lebih asyik bersitegang leher demi kepentingan politiknya!"

"Dengan pemaknaan yang sederhana dan mudah diamalkan itu, ikatan solidaritas dalam realitas masyarakat justru bisa lebih kuat!" tegas Umar. "Itu jadi lebih berarti lagi dengan solidaritas yang tergalang baik itu memperkokoh kerukunan antarumat beragama, bagian penting dalam realitas bangsa yang bhinneka tunggal ika!" ***

0 komentar: